Bisnis.com, PALEMBANG— Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatra Selatan menyebut maraknya pencurian tandan buah segar berpotensi mengganggu tata kelola industri sawit di wilayah tersebut.
Ketua Gapki Sumatra Selatan (Sumsel) Alex Sugiarto mengatakan aparat penegak hukum di Sumsel, telah menindak ratusan kasus pencurian tandan buah segar (TBS).
“Kalau secara kasus sih ratusan ya mungkin di atas 400, sedangkan keputusan sudah mungkin 200-300 keputusan. Ada yang masuk pidana dan sebagainya juga,” katanya, Selasa (9/12/2025).
Menurutnya, pendekatan yang sebenarnya lebih ditekankan adalah sosialisasi. Dengan demikian, dilakukan upaya pencegahan bukan langsung pada penindakan.
“Tetapi kalau pencegahan tidak bisa lagi, maka terpaksa harus dilakukan tindakan,” ujar Alex.
Dia menambahkan, pencurian TBS yang berpotensi membuka aliran buah ke PKS tanpa kebun dapat merusak tata kelola industri sawit.
Hal itu lantaran dapat mengacaukan struktur persaingan dunia usaha, dan mengganggu operasional pabrik legal yang telah memiliki kebun.
“Tatanan industri sawitnya sendiri jadinya kacau gitu kan. Kemudian juga kami dari istilahnya dari benar-benar perkebunan yang memiliki pabrik, itu kan membutuhkan buah tersebut,” kata dia.
Tidak hanya TBS, imbuh Alex, pencurian brondolan juga menjadi persoalan bagi para perusahaan kelapa sawit karena berdampak langsung pada rendemen CPO.
Dia menjelaskan, dalam ketetapan harga yang dirilis Disbun Sumsel setiap dua minggu sekali, komponen brondolan diperhitungkan sebesar 8–12% agar rendemen CPO dapat mencapai 22%.
“Tapi kalau berondolan tersebut istilahnya dicuri dan dijual keluar, artinya rendemen kita pasti di bawah 20%. Artinya misalnya kita beli ke plasma atau ke masyarakat, itu kita bayarnya itu lebih mahal daripada hasil yang diperoleh,” jelasnya.
Alex mengakui, selama ini jika ada kasus pencurian disebut sebagai tipiring karena nilai kerugian di bawah Rp2,5 juta.
Namun, sebenarnya apabila diakumulasi nilai total kerugian dari kasus yang sudah ada itu bisa cukup besar.
“Kalau di bawah Rp2,5 juta itu tipiring, tapi kalau terjadi berkali-kali, misalnya 10 kali bisa jadi Rp25 juta. Kalau 100 kali tentu lebih besar lagi,” tutupnya.
