Jakarta, Beritasatu.com – Aliansi Perempuan Indonesia menganggap bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang telah disahkan DPR membuka peluang bagi kembalinya militerisme dan sistem pemerintahan orde baru di Indonesia.
Menurut mereka, keberadaan militerisme dan nilai-nilai orde baru dapat merusak gerakan perempuan serta menimbulkan trauma kolektif bagi mereka.
Oleh karena itu, Aliansi Perempuan Indonesia dengan tegas menolak pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang.
“Kami tidak akan membiarkan RUU TNI ataupun ideologi militerisme di negara kita karena itu memusuhi perempuan, memberikan trauma kolektif untuk perempuan,” kata perwakilan Aliansi Perempuan Indonesia saat berunjuk rasa di gerbang Pancasila gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Mereka juga menilai bahwa pengesahan RUU tersebut dilakukan secara terburu-buru dan tidak mempertimbangkan kepentingan rakyat, terutama perempuan.
Sejak era orde baru hingga pascareformasi, militerisme di Indonesia dinilai hanya membawa dampak negatif bagi perempuan.
Perwakilan Aliansi Perempuan Indonesia menyinggung berbagai kasus yang melibatkan militer dan dinilai melemahkan gerakan perempuan, seperti kasus Gerwani, pemerkosaan massal tahun 1998, serta kasus kematian Marsinah.
Selain itu, keterlibatan militer dalam kehidupan sipil dianggap membatasi partisipasi perempuan dalam politik.
Atas dasar itu, Aliansi Perempuan Indonesia menuntut agar RUU TNI yang kini telah disahkan sebagai undang-undang segera dicabut.
