Alasan Kejagung soal Nadiem Masih Berstatus Saksi meski Perintahkan Gunakan Chromebook

Alasan Kejagung soal Nadiem Masih Berstatus Saksi meski Perintahkan Gunakan Chromebook

Alasan Kejagung soal Nadiem Masih Berstatus Saksi meski Perintahkan Gunakan Chromebook
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kejaksaan Agung mengatakan, eks Mendikbudristek
Nadiem Makarim
belum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 karena belum ada barang bukti yang mencukupi untuk menjeratnya.
“Menetapkan sebagai tersangka itu minimal dua alat bukti. Kami masih kembangkan bukti-bukti yang lain,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Qohar menjelaskan, berdasarkan pengakuan dari empat orang yang menjadi tersangka, Nadiem memerintahkan pelaksanaan pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek pada tahun 2020-2022.
Perintah ini Nadiem sampaikan dalam zoom meeting pada tanggal 6 Mei 2020 lalu.
Dalam rapat itu, Nadiem telah memberikan arahan agar pengadaan dilakukan untuk laptop berbasis sistem operasi Chrome alias Chromebook.
Padahal, pada waktu rapat ini dilakukan, proses lelang barang dan jasa belum dilakukan. Meskipun sudah ada keterangan tersangka, penyidik masih memerlukan bukti lain.
“Namun, kami juga perlu alat bukti yang lain. Alat bukti dokumen, alat bukti petunjuk, alat bukti keterangan ahli untuk Nadiem Makarim,” lanjutnya.
Dalam perjalanannya, Kemendikbudristek melakukan pengadaan atau pembelian barang hingga 1,2 juta laptop berbasis Chromebook.
Pengadaan laptop ini menelan anggaran hingga Rp 9,3 triliun yang dananya diambil dari APBN dan dana alokasi khusus (DAK) daerah.
Namun, berdasarkan perhitungan dari ahli, pengadaan ini menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Kerugian ini dikarenakan laptop yang sudah dibeli justru tidak dapat digunakan secara maksimal oleh pelajar, terutama mereka yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“(Laptop) tidak dapat menggunakan secara optimal karena Chrome OS (Operating System) sulit digunakan khususnya bagi guru dan siswa pelajar,” kata Qohar.
Agar bisa digunakan secara optimal, laptop Chromebook harus tersambung dengan internet.
Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata di seluruh daerah.
Hari ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini.
Mereka adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim periode 2020-2024, Jurist Tan; eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyah; dan Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
“Terhadap 4 orang tersebut, malam hari ini penyidik telah memiliki barang bukti yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Qohar.
Qohar menjelaskan, keempat tersangka ini telah bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
Penunjukkan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri.
Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.