Jakarta –
Mohammed Omar mengingat betul masa-masa ketika tentara Taliban tiba-tiba muncul di jembatan Pul-e-Sukhta di Kabul bagian barat. Kelompok Taliban yang kini memerintah Afghanistan menjalankan kampanye agresif demi menyingkirkan pengguna narkoba dari jalanan.
“Saya sedang mencoba membeli beberapa obat di kolong jembatan ketika saya ditarik dari belakang. Orang itu adalah anggota Taliban. Mereka datang untuk membawa kami,” kata Omar dilansir BBC Indonesia, Sabtu (8/4/2023).
Jauh sebelum kelompok Islam garis keras itu kembali berkuasa di Afghanistan pada Agustus 2021, kawasan tersebut dikenal sebagai tempat para pecandu narkoba berkumpul.
Dalam beberapa bulan terakhir, Taliban telah mengumpulkan ratusan orang dari seluruh kota, mulai dari jembatan, taman, hingga puncak bukit.
Sebagian besar dari mereka dibawa ke bekas pangkalan militer AS, yang telah diubah menjadi pusat rehabilitasi darurat.
Angka Kecanduan Narkoba di Afghanistan Capai 3,5 Juta Orang
Angka kecanduan narkoba di Afghanistan tergolong sebagai salah satu yang tertinggi di dunia. Diperkirakan sebanyak 3,5 juta orang – dari total 40 juta populasinya – kecanduan, menurut Biro Narkotika Internasional dan Penegakan Hukum.
Di bawah jembatan Pul-e-Sukhta, ratusan laki-laki kerap terlihat berjongkok di antara tumpukan sampah, jarum suntik, kotoran, dan terkadang mayat orang yang meninggal akibat overdosis.
Bau busuk di kolong jembatan ini sangat menyengat. Kawanan anjing tampak mengaduk-aduk tumpukan sampah, mencari sisa-sisa makanan.
Di atas jembatan, lalu lintas hilir-mudik, pedagang kaki lima menjajakan dagangannya, dan para komuter bergegas mengejar bus di depo lokal.
“Saya pergi ke sana untuk bertemu teman-teman saya dan mengonsumsi obat. Saya tidak takut mati. Ajal ada di tangan Tuhan,” kata Omar.
Mayoritas orang-orang yang menganggap tempat ini sebagai rumah telah terlupakan, terlepas dari kebijakan pemerintah sebelumnya untuk mengumpulkan para pecandu dan menempatkan mereka di pusat rehabilitasi.
Para Pecandu Dicambuk hingga Dipukuli
Begitu Taliban berkuasa, kampanye antinarkoba di Afghanistan lebih agresif. Para pecandu di pinggir jalan dicambuk dan dipukuli.
“Mereka menggunakan pipa untuk mencambuk dan memukuli kami,” kata Omar.
“Jari saya patah karena saya tidak ingin meninggalkan jembatan dan saya melawan. Mereka tetap memaksa kami keluar.”
Omar kemudian didorong ke dalam bus bersama puluhan orang lainnya.
Rekaman dari kejadian itu kemudian dirilis oleh pemerintahan Taliban. Tayangan video menunjukkan bagaimana tentara Taliban membersihkan kawasan pecandu yang meninggal karena overdosis. Jenazah mereka dibawa dengan syal abu-abu gelap. Yang masih hidup, digotong menggunakan tandu karena tidak sadarkan diri.
Rumah sakit rehabilitasi tempat Omar dirawat memiliki 1.000 tempat tidur, namun kini menampung hingga 3.000 pasien.
Kondisinya kumuh. Orang-orang itu ditahan di pusat rehabilitasi tersebut selama sekitar 45 hari, di mana mereka menjalani program intensif sebelum dibebaskan.
Tidak ada jaminan bahwa pasien ini tidak akan kambuh.
Sementara mereka yang disingkirkan dari jalanan sebagian besar adalah laki-laki. Beberapa perempuan dan anak-anak juga dibawa ke pusat rehabilitasi khusus.
Omar, seperti pecandu lainnya, sangat kurus. Pakaian cokelatnya yang diberikan oleh pihak berwenang, tampak longgar. Wajahnya juga tirus.
Sambil duduk di tepi tempat tidurnya, dia menggambarkan kehidupan yang pernah dia jalani.
“Suatu hari saya berada di Dubai, besoknya di Turki dan terkadang Iran. Saya berkeliling dunia sebagai pramugara dengan Kam Air. Kami sering kedatangan tamu VIP seperti mantan presiden di pesawat.”
Dia kehilangan pekerjaannya ketika Kabul jatuh ke tangan Taliban. Menghadapi kesulitan ekonomi dan masa depan yang tidak pasti, dia terjerumus menggunakan narkoba.
Ketika Taliban berkuasa pada 1990-an, mereka membasmi budidaya opium. Padahal perdagangan narkoba menjadi sumber pendapatan utama bagi mereka selama 20 tahun pemberontakan.
Sekarang Taliban mengatakan bahwa mereka telah memerintahkan agar perdagangan opium diakhiri dan berupaya menegakkan kebijakan ini. Namun menurut PBB, budidaya opium justru meningkat 32% pada 2022 dibandingkan 2021.
Sementara itu, ekonomi Afghanistan berada di ambang kehancuran. Mereka kehilangan dukungan internasional, menghadapi tantangan keamanan, masalah iklim, dan inflasi pangan global.
Sejak datang ke pusat rehabilitasi, Omar bertekad untuk sembuh.
“Saya ingin menikah, berkeluarga dan hidup normal,” kata dia.
“Dokter-dokter ini sangat baik. Mereka mencoba yang terbaik untuk membantu kami.”
Bagi para dokter di pusat rehabilitasi, ini adalah operasi yang sangat terbatas. Taliban terus mengirimkan lebih banyak orang untuk direhabilitasi, sementara para staf kesulitan menemukan ruang untuk mereka.
“Kami butuh bantuan. Komunitas internasional telah pergi dan menghentikan bantuan mereka. Tapi masalah kami belum selesai,” kata seorang dokter kepada saya.
“Ada banyak profesional di antara para pecandu ini. Orang-orang pintar dan terpelajar yang pernah memiliki kehidupan yang baik. Tetapi karena kesulitan yang dihadapi masyarakat kami, kemiskinan dan kurangnya pekerjaan membuat mereka mencari pelarian.”
Meskipun penuh sesak dan kekurangan sumber daya, para dokter tetap berkomitmen untuk melakukan segala yang mereka bisa demi membantu para pecandu ini.
“Tidak ada jaminan bahwa pasien ini tidak akan kambuh begitu mereka pergi. Tapi kami harus terus berusaha dan yang terpenting, kami perlu memberi mereka harapan untuk masa depan. Saat ini, harapan itu tidak ada.”
(taa/taa)