TRIBUNNEWS.com – Advokat bernama Ahmad Khozinudin mempertanyakan kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mengusut kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten.
Hal ini terkait dalang di balik pembangunan pagar laut yang disebut Khozin melibatkan pendiri PT Agung Sedayu Group sekaligus pengembang proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2), Sugianto Kusuma alias Aguan, dan CEO Salim Group, Anthony Salim.
Ia mengaku sudah mendatangi kantor KKP untuk menyampaikan informasi mengenai Aguan.
Diketahui, pembangunan pagar laut disebut-sebut terkait proyek Program Strategis Nasional (PSN) PIK 2.
Khozin mengatakan, kedatangannya ke KKP kala itu dengan harapan nama-nama yang diserahkan bakal dipanggil untuk ditindaklanjuti.
Tetapi, menurutnya, justru pihak lain lah yang dipanggil.
“Kami sudah datang ke KKP untuk menyampaikan informasi ini, kami sudah kirim surat untuk audiensi, dan memang kami sempat konferensi pers di depan KKP untuk menjelaskan.”
“Agar apa? Nama-nama ini yang ditindaklanjuti, bukan malah manggil Jaringan Rakyat Pantura, JRP itu. Ini kan buang-buang waktu,” keluh Khozin dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP yang tayang pada Selasa (21/1/2025).
Atas hal itulah Khozin menyayangkan sikap pihak berwenang yang dianggapnya lamban.
Ia menyebut pemerintah baru akan bertindak jika sebuah kasus telah ramai dibicarakan publik.
Kendati demikian, Khozin menilai tindakan yang diambil pemerintah terkait pagar laut setelah ramai dibicarakan, tak signifikan.
“Kami menyimpulkan berdasarkan temuan, kenapa sih kok pejabat ini tindakannya lamban?”
“Dan melakukan tindakan pun terpaksa setelah (kasus) ramai, itupun tindakan yang kecil, sedikit, sedikit. Karena semua (pihak) sudah terlibat!” pungkasnya.
Diketahui, dalam kesempatan yang sama, Khozin menyebut Aguan dan Anthony sebagai sosok di balik pembangunan pagar laut di Tangerang.
Menurutnya, pagar laut itu sengaja dibangun untuk mencegah nelayan beraktivitas di wilayah sekitar.
Setelahnya, wilayah di sekitar pagar laut tersebut, ungkap Khozin, akan di-hak milik, lalu ditransaksikan dengan perusahaan properti.
“Kepentingannya (membangun pagar laut) untuk mengkavling per kondisi agar steril dari nelayan. Setelah itu, akan diklaim, diokupasi, sebagai sertifikat milik mereka, lalu ditransaksikan dengan oligarki properti,” jelas Khozin.
“Siapa yang punya kepentingan? Ya oligarki properti Pantai Indah Kapuk. Jadi di balik ini semua sebenarnya Aguan.”
“Kalau bicara Aguan, siapa lagi di balik itu? Ya Anthony Salim. Itu berangkat dari data ya,” katanya.
Gugat Aguan sejak Akhir 2024
Sebelumnya, Ahmad Khozinudin mendampingi 20 pihak yang melayangkan gugatan terhadap Aguan terkait proyek PIK 2.
Gugatan itu dilayangkan termasuk enam purnawirawan TNI berpangkat Kolonel dan satu purnawirawan berpangkat Brigjen, ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Desember 2024.
Bukan hanya Aguan, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) juga turut digugat.
Saat itu, Khozin mengatakan pihaknya meminta delapan pihak tergugat, termasuk Aguan dan Jokowi, dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
“Tuntutannya yang pertama kami meminta kepada Majelis Hakim untuk menetapkan para tergugat ini melakukan perbuatan melawan hukum atas delapan poin perbuatan melawan hukum terhadap pelaksanaan proyek Pantai Indah Kapuk II yang sebagiannya ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN),” kata Khozin saat ditemui di PN Jakpus, Senin (16/12/2024), dikutip dari Kompas.com.
Lebih lanjut, Khozin mengungkapkan pihaknya meminta agar proyek PIK 2, baik di dalam maupun di luar PSN, dihentikan dan membayar ganti rugi sebesar Rp612 triliun.
“Tidak dibayarkan kepada kami tapi dibayarkan kepada negara, Rp612 triliun melalui turut tergugat, jadi Kementerian Keuangan RI,” tukasnya.
Sebagai informasi, total ada delapan pihak yang digugat, termasuk Aguan dan Jokowi. Mereka adalah:
Aguan selaku Tergugat I;
CEO Salim Group, Anthony Salim selaku Tergugat II;
PT Pantai Indah Kapuk II Tbk, selaku Tergugat III;
PT Kukuh Mandiri Lestari, selaku Tergugat IV;
Joko Widodo selaku Tergugat V;
Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Airlangga Hartarto selaku Tergugat VI;
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Surta Wijaya, selaku Tergugat VII;
Maskota HJS yang juga pernah memimpin Apdesi selaku Tergugat VIII.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Syakirun Ni’am)