Ada Tonjolan di Perut Anak? Ini yang Perlu Orang Tua Ketahui tentang Hernia

Ada Tonjolan di Perut Anak? Ini yang Perlu Orang Tua Ketahui tentang Hernia

JAKARTA – Hernia pada anak merupakan salah satu kondisi medis yang cukup sering ditemui dan sering menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua. Kondisi ini biasanya terlihat sebagai tonjolan pada perut atau pusar anak, terutama saat mereka menangis, batuk, atau mengejan.

Banyak orang tua panik saat menemukan tonjolan ini dan khawatir akan risiko komplikasi. Namun tidak semua hernia membutuhkan tindakan medis segera. Hal ini tergantung pada jenis dan tingkat keparahannya.

“Kalau yang sudah terbuka, memang sangat urgent untuk segera ditangani. Tapi ada juga yang masih tertutup. Kalau masih tertutup, biasanya komplikasi yang mengkhawatirkan jarang terjadi,” jelas dr. Karmile, Sp. B.A, Dokter Spesialis Bedah Anak RS Pondok Indah saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta pada Kamis, 18 Desember 2025.

Secara istilah, kata hernia berasal dari bahasa Yunani Hernios yang berarti pucuk atau cabang pohon. Secara medis, hernia adalah penonjolan sebagian atau seluruh organ/jaringan melalui dinding rongga akibat kelemahan dinding atau kegagalan proses penutupan.

Pada anak, hernia umumnya bersifat bawaan lahir karena adanya celah kecil di dinding perut yang belum menutup sempurna. Contohnya hernia inguinal terjadi akibat kegagalan penutupan processus vaginalis. Lalu hernia umbilikal terjadikarena kegagalan penutupan dinding perut di area pusar.

Hernia pada anak biasanya terlihat saat anak menangis, batuk, atau mengejan, dan dapat kembali mengempis saat anak tenang.

“Kalau hernia di pusar, selama tidak ada tanda komplikasi, biasanya tidak berbahaya,” jelas dr. Karmile.

Beberapa hernia dapat menutup dengan sendirinya tanpa tindakan medis segera.

Banyak orang tua khawatir bahwa menangis terlalu kencang atau lama bisa menyebabkan hernia.

“Bukan karena menangis anak menjadi hernia. Tapi karena menangis, tonjolan hernia jadi terlihat. Lubang di dinding perut sudah ada sejak lahir,” tegas Dr. Karmile

Selain itu, faktor genetik juga berperan dalam hal ini.

“Kalau orang tuanya pernah mengalami hernia, anaknya juga cenderung berisiko. Tapi ini tidak 100 persen,” ucap Dr. Karmile.

Komplikasi utama hernia adalah terjepitnya organ di dalam tonjolan yang dapat mengganggu aliran darah dan fungsi organ. Namun untuk hernia di pusar, kejadian terjepit sangat jarang.

“Yang penting, orang tua sadar tanda-tanda hernia terjepit, seperti anak rewel, muntah, benjolan merah, atau benjolan yang tidak bisa masuk kembali,” jelas dr. Karmile.

Saat ini, laparoskopi menjadi metode pilihan karena sifatnya minimal invasif. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat struktur internal dengan jelas dan menutup celah hernia melalui sayatan kecil.

“Dengan laparoskopi, kita tidak memotong atau menggunakan gunting di dalam. Hanya memasukkan jarum untuk mengikat. Berbeda dengan operasi terbuka,” jelas dr. Karmile.

Keunggulan laparoskopi meliputi:

– Visualisasi organ lebih jelas, meminimalkan risiko cedera.

– Luka operasi lebih kecil, mengurangi trauma jaringan.

– Pemulihan lebih cepat dibanding operasi terbuka.

Terkait risiko cedera saluran sperma, dr. Karmile menambahkan, “Kasus cedera saluran sperma selama ini hanya dilaporkan pada operasi terbuka, belum pernah pada laparoskopi. Jika terjadi, perbaikan bisa segera dilakukan, meski evaluasi jangka panjang tetap diperlukan.”