Ada Berapa Metode Penentuan 1 Syawal?

Ada Berapa Metode Penentuan 1 Syawal?

Jakarta, Beritasatu.com – Sebelum menyambut Idulfitri, umat Islam perlu memastikan bulan Ramadan telah berakhir. Oleh karena itu, metode penentuan 1 Syawal menjadi hal penting dalam menentukan kapan Lebaran dirayakan.

Dalam Islam, pergantian bulan dalam kalender Hijriah ditentukan berdasarkan posisi hilal atau bulan sabit yang tampak setelah matahari terbenam.

Di Indonesia, terdapat dua metode utama yang digunakan, yaitu rukyatul hilal dan hisab hakiki wujudul hilal, yang sering kali menyebabkan perbedaan tanggal perayaan Idulfitri. Perbedaan metode ini sering kali menyebabkan perbedaan dalam penetapan Idulfitri di Indonesia.

Metode Rukyatul Hilal

Rukyatul hilal adalah metode penentuan 1 Syawal dengan cara mengamati hilal setelah terjadinya ijtimak (konjungsi antara matahari dan bulan dalam satu garis bujur yang sama). Metode ini banyak digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan beberapa organisasi Islam lainnya.

Pengamatan hilal dilakukan pada hari ke-29 Ramadan, setelah matahari terbenam. Jika hilal terlihat, maka keesokan harinya ditetapkan sebagai 1 Syawal dan Idulfitri dirayakan. Namun, jika hilal tidak tampak, maka Ramadan digenapkan menjadi 30 hari, sehingga Idulfitri baru dilaksanakan sehari setelahnya.

Dalam praktiknya, NU juga menggunakan metode hisab hakiki imkan rukyat sebagai alat bantu dalam menentukan awal bulan. Metode ini mengacu pada kriteria Majelis Ulama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims), yang menetapkan hilal harus memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat agar dapat terlihat oleh mata manusia.

Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal

Metode ini tidak bergantung pada pengamatan langsung, tetapi menggunakan perhitungan astronomi atau ilmu falak untuk menentukan posisi hilal. Muhammadiyah merupakan organisasi yang menggunakan metode ini dengan dasar jika hilal sudah berada di atas nol derajat saat matahari terbenam, maka keesokan harinya dianggap sebagai 1 Syawal, tanpa perlu menunggu laporan observasi.

Menurut metode hisab hakiki wujudul hilal, awal bulan Hijriah baru bisa ditetapkan jika memenuhi tiga syarat berikut:

Terjadi ijtimak (konjungsi), yaitu saat matahari dan bulan berada dalam satu garis lurus.Ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, menandakan bahwa bulan baru sudah mulai muncul.Saat matahari terbenam, bagian atas bulan sudah berada di atas ufuk, meskipun hanya sedikit.

Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka bulan berjalan digenapkan menjadi 30 hari, dan 1 Syawal baru jatuh pada hari berikutnya.

Metode ini memberikan kepastian waktu yang lebih jelas dibandingkan rukyatul hilal karena tidak bergantung pada faktor cuaca atau keterbatasan alat observasi. Namun, karena hilal tidak selalu tampak oleh mata telanjang, beberapa kalangan tetap lebih memilih rukyatul hilal sebagai cara penentuan yang lebih sesuai dengan tradisi Islam.

Dampak Perbedaan Metode

Karena perbedaan metode penentuan 1 Syawal ini, umat Islam di Indonesia sering kali merayakan Idulfitri pada hari yang berbeda, tergantung pada organisasi yang mereka ikuti. Pemerintah Indonesia biasanya menggelar sidang isbat untuk menetapkan awal bulan Syawal berdasarkan hasil rukyatul hilal yang dilakukan di berbagai titik pengamatan di seluruh Indonesia.