JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan bocoran soal rencana mereformasi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Reformasi TKDN dilakukan sebagai respons dari kesepakatan tarif antara RI dan Amerika Serikat (AS).
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Setia Darta mengatakan, akan banyak perubahan dalam aturan TKDN.
Namun, kata dia, TKDN tetap memuat aturan soal tenaga kerja hingga bahan baku mentah.
“(Yang berubah) banyak. Tapi, kan, yang penting tidak lepas dari raw material, tenaga kerja dan overhead. Nggak boleh lepas dari itu, karena sudah harus ada,” ujar dia saat ditemui di kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu, 30 Juli.
Namun, pria yang akrap disapa Tata itu enggan merinci perubahan teknis pada TKDN. Dia juga enggan menjawab kapan aturan baru akan dirilis ke publik. Menurut Tata, TKDN tidak akan spesifik ditujukan untuk negara tertentu.
Tata menilai, reformasi TKDN itu akan membuat implementasinya lebih murah, mudah dan cepat.
“Yang penting reformasi membuat TKDN mudah, murah dan cepat,” terang Tata.
“Nanti (diluncurkan) dalam waktu dekat. Yang nyusun, kan, Pak Kapus (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Kementerian Perindustrian,” pungkasnya.
Sebelumnya, Gedung Putih mengumumkan kesepakatan dagang dengan Indonesia yang salah satunya mencakup penghapusan hambatan non-tarif bagi ekspor AS.
Dalam dokumen yang dirilis Selasa, 22 Juli, waktu setempat, AS menyebut Indonesia akan membebaskan perusahaan-perusahaan AS dari kewajiban memenuhi syarat konten lokal atau yang dikenal dengan TKDN.
Diketahui, TKDN merupakan komponen hambatan non-tarif yang selama ini digunakan Indonesia untuk melindungi industri nasional.
TKDN juga ditunjukan untuk menarik masuk investasi pabrikan di Tanah Air.
“Termasuk membebaskan perusahaan dan barang asal AS dari persyaratan konten lokal,” tulis pernyataan berjudul Joint Statement on Framework for United States-Indonesia Agreement on Reciprocal Trade, seperti dilansir dari whitehouse.gov, Rabu, 23 Juli
Dengan kesepakatan tersebut, Indonesia dapat menerima kendaraan yang dibuat sesuai standar keselamatan dan emisi kendaraan bermotor dari AS.
Indonesia juga diminta menerima sertifikat FDA dan otorisasi pemasaran untuk perangkat medis dan farmasi.
“Menghapus persyaratan pelabelan tertentu,” jelas kesepakatan itu.
