Adapun dengan kondisi ketenagakerjaan di dalam negeri, Timboel mengungkapkan bahwa jumlah lapangan kerja yang terbuka di Indonesia masih terbatas, mengingat banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan rendahnya jumlah pembukaan lapangan kerja baru yang berorientasi pada investasi padat modal serta teknologi.
“Memang di Indonesia kan lapangan kerja memang relatif sulit ya karena banyak PHK dan pembukaan lapangan kerja juga berorientasi pada investasi padat modal, teknologi yang memang sedikit membuka lapangan kerja gitu ya. Defisit angkatan kerja terus terjadi. Pembukaan lapangan kerja paling 1,8-2,2 juta,” ujarnya.
Ia juga mencatat, sekitar 53 hingga 54 persen angkatan kerja Indonesia memiliki pendidikan hanya sampai tingkat SMP, yang membuat mereka kesulitan bersaing di dunia industri yang kini berorientasi pada teknologi dan modal.
“Sementara pertumbuhan angkatan kerja tiap tahun tuh udah 4 juta lebih ya. Sehingga memang sulit mencari pekerjaan ya. Dan kondisi yang ada di Indonesia kan 53-54 persen angkatan kerja kita itu lulusan SMP ke bawah gitu ya,” jelasnya.
Menurut Timboel, pemerintah harus terus mendorong pembukaan lapangan kerja, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat memenuhi tuntutan pasar kerja yang semakin mengarah ke industri padat teknologi dan modal.
Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
“Nah tentunya pemerintah harus terus menggenjot membuka lapangan kerja. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 45 Pasal 27, pekerjaan dan penghidupan yang layak. Seluruh warga negara berhak untuk mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak,” pungkaasnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3621975/original/095693800_1635943048-20211103-Peningkatan_Mobilitas_Masyarakat_di_Jakarta-4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)