Ida secara khusus menyoroti posisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang disebut berani mengangkangi putusan Mahkamah Konstitusi melalui produk Peraturan Kapolri.
“Pembangkangan terhadap putusan MK adalah bukti nyata krisis supremasi hukum. Dalam konteks ini, Presiden Prabowo justru terlihat tidak lebih berdaya,” ucapnya.
Ia mengungkapkan bahwa rakyat kini dipaksa diam di tengah akumulasi persoalan struktural yang terus menumpuk.
Bahkan, Ida menyebut Presiden Prabowo tengah terjebak dalam skenario politik yang disiapkan oleh apa yang ia sebut sebagai “Geng Solo”.
Menurutnya, publik distrust sengaja diarahkan untuk bermetamorfosis menjadi political trust palsu, bukan demi stabilitas, melainkan membuka jalan bagi skenario kekuasaan lanjutan.
Ida mengaitkan kondisi ini dengan pernyataan Connie Rahakundini Bakrie yang pernah mengutip informasi dari lingkar kekuasaan, bahwa Presiden Prabowo hanya diberi waktu dua tahun untuk benar-benar memerintah.
“Jika ini benar, maka yang sedang kita saksikan bukan sekadar kegaduhan politik, tapi fase awal delegitimasi kekuasaan,” imbuhnya.
Ia mengingatkan, ketika kepercayaan publik dipermainkan, chaos bukan lagi kemungkinan, melainkan konsekuensi sejarah.
Sekjen Forum Tanah Air (FTA) ini bilang, para tokoh bangsa, akademisi, intelektual, aktivis, hingga rakyat tidak boleh hanya berhenti pada kritik verbal semata.
“Ini bukan hanya tentang nasib rakyat, tapi nasib bangsa. Kalau Indonesia masih cemas seperti sekarang, jangan bermimpi Indonesia Emas 2045,” kuncinya.
