Cerita Pilu Warga Kuningan Korban TPPO yang Lolos dari Neraka Kamboja

Cerita Pilu Warga Kuningan Korban TPPO yang Lolos dari Neraka Kamboja

Bisnis.com, KUNINGAN- Kisah pilu menimpa pasangan suami istri asal Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Dimas dan istrinya menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja setelah tergiur tawaran pekerjaan dengan gaji besar. 

Setelah menjalani penderitaan selama berbulan-bulan, keduanya akhirnya berhasil melarikan diri dan dipulangkan ke Indonesia oleh Bareskrim Polri bersama tujuh Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya dari berbagai daerah.

Dimas menceritakan awal mula dirinya terjerat jaringan perdagangan orang. Saat itu, ia tengah mencari pekerjaan di Karawang. Seorang teman kemudian menawarkan pekerjaan di Kamboja dengan janji gaji Rp9 juta per bulan, serta fasilitas makan dan tempat tinggal yang ditanggung perusahaan.

Tanpa paspor dan tanpa mengeluarkan biaya, Dimas dan istrinya diberangkatkan secara ilegal melalui jalur berlapis. Mereka berangkat dari Batam, kemudian menuju Malaysia, sebelum akhirnya tiba di Phnom Penh, Kamboja. Setibanya di bandara, keduanya langsung dijemput oleh aparat setempat yang telah memegang foto dan data pribadi mereka.

“Kami langsung dibawa ke sebuah kompleks perusahaan bernama Kasino 168. Tempatnya tertutup, dikelilingi tembok tinggi, kawat listrik, CCTV, dan dijaga ketat. Tidak mungkin kabur,” tutur Dimas di Kabupaten Kuningan, Selasa (30/12/2025).

Alih-alih mendapatkan pekerjaan layak, Dimas dan istrinya justru dipaksa bekerja di bawah tekanan berat. Setiap hari mereka dituntut memenuhi target tertentu. Jika gagal, hukuman fisik tak terelakkan.

“Setiap hari ditekan, dipukul oleh atasan,” kata Dimas.

Dimas menambahkan, kekerasan fisik dan mental menjadi bagian dari rutinitas. “Kami disiksa. Disuruh squat jump berulang kali, bahkan dipaksa minum air cuka kalau tidak memenuhi target,” ujarnya.

Kesempatan melarikan diri datang secara tak terduga. Saat perusahaan mengadakan acara makan bersama di luar kantor, Dimas dan istrinya memberanikan diri untuk kabur. Dengan berpura-pura meminta izin berganti pakaian, keduanya melarikan diri dari pengawasan.

Mereka sempat bersembunyi di sebuah hotel, lalu berjalan kaki melewati area persawahan demi menghindari kejaran. Dalam kondisi ketakutan dan kelelahan, Dimas menghubungi seorang teman di Medan yang lebih dulu berhasil melarikan diri dari Kamboja.

Melalui bantuan temannya, Dimas dan istrinya dipesankan taksi menuju Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh. Namun, setibanya di lokasi pada malam hari, kantor KBRI telah tutup. Keduanya terpaksa bermalam di taman depan gedung KBRI.

Dengan sisa uang sekitar 100 dolar AS, hasil tabungan gaji selama lima bulan bekerja, Dimas dan istrinya bertahan hidup di penginapan murah hingga akhirnya mendapat pendampingan dan bantuan dari pihak KBRI dan aparat Indonesia.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol M.Irhamni mengungkapkan, para korban awalnya dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi dan seluruh biaya keberangkatan ditanggung. Namun, setibanya di Kamboja, mereka justru dipaksa bekerja sebagai admin judi daring dan pelaku penipuan daring, serta mengalami tekanan fisik dan psikologis.

Dari sembilan korban yang dipulangkan, tiga di antaranya perempuan dan enam laki-laki, yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara. Salah satu korban diketahui dalam kondisi hamil dan mendapat pendampingan medis selama proses pemulangan.

Polri memastikan akan menindaklanjuti kasus ini dengan menjerat para pelaku menggunakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Aparat juga masih memburu pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam jaringan tersebut.