Jakarta (ANTARA) – Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, menyoroti munculnya dugaan politisasi bencana banjir dan longsor di Aceh, menyusul beredarnya informasi mengenai adanya surat permohonan dukungan kepada lembaga internasional yang disebut tidak diketahui oleh Pemerintah Aceh.
Bawono menilai, di tengah situasi krisis, kemunculan narasi yang tidak sejalan dengan pernyataan resmi pemerintah daerah patut dicermati secara kritis.
“Ketika kepala daerah menyatakan tidak mengetahui adanya surat tersebut, publik wajar mempertanyakan siapa aktor di balik langkah itu dan untuk kepentingan apa,” kata Bawono dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Rabu.
Ia mengingatkan bahwa bencana kerap menjadi ruang sensitif yang rawan dimanfaatkan untuk membangun drama politik atau framing tertentu di ruang publik.
“Ini bukan soal bantuan asing atau tidak, melainkan soal bagaimana narasi dibentuk. Jika ada pihak ketiga yang membangun kesan seolah-olah Aceh membutuhkan intervensi luar karena negara absen, hal ini berpotensi berbahaya secara politik dan sosial,” ujarnya.
Menurut Bawono, masyarakat Aceh memiliki karakter yang kuat dan bermartabat. Dalam sejarahnya, masyarakat Aceh tidak pernah menjadikan bencana sebagai alat untuk meminta-minta bantuan.
“Bantuan tentu sah dan baik, tetapi harus diletakkan dalam kerangka solidaritas serta mekanisme resmi. Bukan untuk dipolitisasi,” ujarnya.
Ia menegaskan, penanganan bencana seharusnya difokuskan pada kerja nyata di lapangan, transparansi distribusi bantuan, serta percepatan pemulihan masyarakat terdampak.
“Semua pihak seharusnya menahan diri agar tidak menyeret bencana ke kepentingan lain yang justru mengaburkan upaya kemanusiaan,” tuturnya.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
