Penerapan bea keluar emas ini juga sejalan dengan Pasal 2A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Dalam aturan tersebut, bea keluar diberlakukan untuk menjaga ketersediaan barang di dalam negeri serta menstabilkan harga komoditas tertentu.
Selain itu, kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah melalui hilirisasi, mendukung terpenuhinya kebutuhan emas dalam ekosistem bullion bank nasional, memperkuat pengawasan tata kelola transaksi emas, serta mengoptimalkan penerimaan negara.
Dalam PMK 80 Tahun 2025, pemerintah mengelompokkan emas ekspor ke dalam empat kategori dengan rentang tarif bea keluar yang berbeda. Produk emas jenis dore atau emas dalam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan, serta bentuk sejenis dikenakan tarif tertinggi, yakni 12,5 hingga 15 persen.
Sementara itu, emas atau paduan emas dalam bentuk tidak ditempa seperti granules selain dore dikenai tarif 10 hingga 12,5 persen. Kebijakan tarif ini disesuaikan dengan karakteristik produk dan tingkat pengolahan emas.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4826293/original/061766900_1715176240-fotor-ai-20240508204951.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)