Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah beberapa kali menjalankan tertangkap tangan (OTT) ke sejumlah pihak, termasuk tingkatan gubernur dan bupati. Kasusnya beragam, mulai dari suap hingga pemerasan yang yang mengancam jabatan seseorang.
Kasus rasuah juga beririsan dengan sektor kesehatan serta proyek pembangunan jalan yang merugikan kehidupan khalayak. Mereka menyalahgunakan jabatan sebagai pimpinan tertinggi di suatu daerah untuk memperkaya diri.
Berikut Kegiatan OTT yang Menjaring Kepala Daerah Sepanjang 2025:
1. OTT Bupati Kolaka Timur
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (7/8/2025) dan mengamankan 12 orang. Salah satunya Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis. Politikus Partai Nasdem ini diringkus usai menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem 2025 di Hotel Claro, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Jumat (8/8/2025).
Kasus ini berkaitan dengan dengan dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) pembangunan RSUD Kolaka Timur
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan Abdul Azis bersama Gusti Putu Artana selaku Kepala Bagian PJB melakukan pengkondisian dengan PT PCP untuk memenangkan tender pembangunan RSUD kelas C Kab.Koltim yang mendapatkan Rp126,3 miliar dari total anggaran Kemenkes Rp4,5 triliun.
Asep menjelaskan terjadi beberapa pertemuan dengan pihak PT PCP terkait komitmen fee sebesar 8% yang kemudian dialirkan kepada Abdul Azis sehingga KPK menetapkan Abdul Azis sebagai tersangka.
Selain itu, KPK juga menetapkan status yang sama kepada ALH (Andi Lukman Hakim), PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD; AGD (Ageng Dermanto), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek RSUD Koltim; DK (Deddy Karnady), pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra (PT PCP); dan AR (Arif Rahman), pihak swasta dari KSO PT PCP.
2. OTT Gubernur Riau
Pada Senin (3/11/2025), KPK menggelar OTT di Riau dan mengamankan 10 orang yang merupakan penyelenggara negara. Gubernur Riau, Abdul Azis termasuk dalam operasi senyap itu.
Setelah melakukan pemeriksaan intensif, terungkap bahwa pada Maret 2025, Sekretaris Dinas PUPR PKPP bernama Ferry menggelar rapat bersama 6 Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP, untuk membahas kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid yakni sebesar 2,5%.
Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar (terjadi kenaikan Rp106 miliar).
Anggota Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengancam para pejabat PUPR PKPP dengan dicopot jabatan jika tidak memberikan nominal uang tersebut. Permintaan ini dikenal sebagai “Jatah Preman” di mana Abdul Wahid mendapatkan Rp4,05 miliar.
Abdul Wahid menggunakan uang hasil pemerasan untuk pergi ke luar negeri mulai dari ke Inggris hingga Brasil. Bahkan kala itu mencanakan dalam waktu dekat ini ingin lawatan ke Malaysia.
3. OTT Bupati Ponorogo
Pada Jumat (7/11/2025), KPK menggelar operasi senyap di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo. Dia merupakan bekas politikus Partai Demokrat yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap peralihan jabatan Direktur Utama RSUD Harjono Ponorogo dan Proyek RSUD Harjono Ponorogi.
Pada perkara ini, Sugiri merupakan pihak penerima. Sugiri memperoleh total Rp900 juta dari Yunus Mahatma. Uang dibayarkan Yunus sebanyak dua kali melalui ajudannya sebesar Rp400 juta dan teman Sugiri sebesar Rp500 juta. Adapun Agus Pramono menerima Rp325 juta.
Kemudian, Sugiri meminta lagi kepada Yunus Rp1,5 miliar. Namun uang yang baru diterima Sugiri sebesar Rp500 juta. Di momen ini lah Sugiri tertangkap tangan dan uang tersebut disita penyidik lembaga antirasuah. Pemberian suap untuk mengamankan posisi Yunus sebagai Direktur Rumah Sakit Harjono Kabupaten Ponorogo.
Pada proyek RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo, Sugiri diduga mendapatkan fee dari Sucipto selaku pihak swasta yang menangani proyek itu sebesar Rp1,4 miliar dari nilai proyek Rp14 miliar.
Kemudian Sugiri juga tersandung gratifikasi. Pada 2023-2025, Sugiri menerima Rp225 juta dari Yunus Mahatma. Lalu pada Oktober 2025, Sugiri menerima Rp75 juta dari Eko selaku pihak swasta.
4. OTT Bupati Lampung Tengah
Pada Rabu (10/12/2025), KPK melaksanakan giat tertangkap tangan di wilayah Lampung Tengah dengan mengamankan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya. Pada Kamis (11/12/2025), KPK menetapkan Ardito sebagai tersangka berserta empat pihak lainnya.
Mereka adalah Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Lampung Tengah; Ranu Hari Prasetyo selaku adik Ardito; Anton Wibowo selaku Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah; Mohamad Lukman selaku pihak swasta yaitu Direktur PT Elkaka Mandiri.
Ardito meminta fee sebesar 15%-20% dari sejumlah proyek di Pemkab Lampung Tengah. Anggaran tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, hingga program prioritas daerah.
Kader dari Partai Golkar itu melakukan pengkondisian sejak dirinya dilantik menjadi bupati. Dia memerintahkan Riki untuk mengatur Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), di mana perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut merupakan milik keluarga Ardito.
Ardito memperoleh Rp5,25 miliar pada periode Februari-November 2025 yang diberikan oleh sejumlah rekanan melalui Riki dan Ranu.
Ardito juga mengkondisikan pengadaan jasa alat kesehatan di Dinas Kesehatan melalui Anton dengan memenangkan vendor pengadaan barang tersebut.
Alhasil, PT Elkaka Mandiri dimenangkan memperoleh 3 paket pengadaan alat kesehatan di Dinkes dengan total nilai proyek Rp3,15 miliar.
Dari pengadaan tersebut, Ardito diduga mendapat fee Rp500, juta dari Mohamad Lukman. Sehingga total uang yang diterima Ardito senilai Rp5,75 miliar.
5. OTT Bupati Bekasi
Pada Jumat (19/12/2025), KPK menangkap Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang terkait kasus dugaan suap proyek senilai Rp14,2 miliar. Kader fraksi partai PDIP ini melakukan dugaan suap bersama sang ayah, HM Kunang.
Dari hasil pemeriksaan terungkap bahwa setelah Ade terpilih menjadi Bupati Bekasi periode 2024-2029, dia mulai melancarkan aksinya bekerja sama dengan Sarjan selaku pihak swasta untuk pengadaan proyek di Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Sepanjang Desember 2024 hingga Desember 2025, Ade kerap meminta jatah “ijon” kepada Surjan melalui sang ayah, HM Kunang. Total “ijon” yang diberikan Sarjan kepada Ade bernama HM Kunang sebesar Rp9,5 miliar. Ade juga mendapatkan penerimaan lain senilai Rp4,5 miliar.
Asep menyebutkan bahwa dalam kegiatan tertangkap tangan ini, KPK turut mengamankan barang bukti di rumah Ade berupa uang tunai senilai Rp200 juta. Uang tersebut merupakan sisa setoran ke-4 dari Sarjan ke Ade melalui para perantara.
