Harga Kakao Dunia Melonjak, Hadiah Cokelat Musim Liburan Ini Mungkin Palsu

Harga Kakao Dunia Melonjak, Hadiah Cokelat Musim Liburan Ini Mungkin Palsu

Volatilitas harga kakao membuat pelaku industri berada dalam posisi sulit. Produsen besar biasanya melakukan lindung nilai harga hingga delapan sampai sepuluh bulan ke depan, namun produsen kecil tidak memiliki fleksibilitas yang sama. Akibatnya, tekanan harga lebih cepat dirasakan oleh merek-merek kecil dan produk mass market.

Kontrak berjangka kakao untuk pengiriman Maret terakhir tercatat diperdagangkan di kisaran hampir USD 5,9 ribu, sekitar hampir Rp 100 juta per ton di New York. Namun, harga ritel baru akan merespons perubahan ini beberapa bulan kemudian, karena banyak produsen masih menggunakan stok kakao yang dibeli saat harga sedang tinggi.

Berbagai perusahaan rintisan kini menawarkan “cokelat bebas kakao” berbahan dasar karob, biji bunga matahari, buncis, hingga biji labu. Selain alasan harga, produsen alternatif menyoroti isu keberlanjutan dan etika rantai pasok kakao sebagai nilai jual utama.

Planet A Foods dari Jerman mencatat lonjakan permintaan produk alternatif, seiring meningkatnya konsumsi cokelat global, terutama di negara-negara berkembang seperti China dan India.

CEO Foreverland, Massimo Sabatini, menilai cokelat alternatif akan semakin umum, terutama pada produk di mana kakao bukan bahan utama, seperti biskuit, sereal, dan camilan berlapis cokelat. Sementara itu, cokelat batangan murni berpotensi menjadi produk premium dengan harga tinggi.

“Di industri cokelat, terdapat banyak produk, mulai dari batang cokelat hingga produk di mana kakao bukanlah protagonis utama tetapi hanya sebagai pelengkap,” kata Sabatini. “Saya percaya cokelat alternatif akan menggantikan pasar besar ini, sementara batang cokelat murni akan semakin menjadi produk mewah,” tambahnya.

Fenomena cokelat mahal juga terlihat di pasar tertentu seperti Dubai, di mana beberapa produk cokelat premium dijual hingga 80 euro per kilogram.