Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyoroti penerapan aturan pengupahan baru yang dinilai perlu dikaji secara lebih hati-hati agar tidak menimbulkan tekanan berlebih bagi industri padat karya, khususnya sektor alas kaki.
Direktur Eksekutif Aprisindo, Yoseph Billie Dosiwoda, mengatakan kenaikan upah yang tidak selaras dengan pertumbuhan produktivitas berpotensi memicu peningkatan biaya produksi.
“Pada akhirnya dapat mendorong kenaikan harga maupun tekanan efisiensi tenaga kerja,” kata Billie kepada Bisnis, Senin (22/12/2025).
Dia menambahkan bahwa dalam situasi ekonomi yang masih penuh tantangan, setiap tambahan beban biaya harus dicermati secara matang. Tanpa langkah mitigasi yang memadai, kebijakan tersebut berisiko menimbulkan tekanan lanjutan terhadap operasional perusahaan.
Menurut Billie, mitigasi dan pembinaan perlu dipersiapkan sejak awal, terutama bagi perusahaan yang memiliki keterbatasan kemampuan finansial. Dengan demikian, penyesuaian kebijakan pengupahan tidak serta-merta berujung pada langkah pengurangan tenaga kerja atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebagai wadah pelaku industri alas kaki yang bersifat padat karya, Aprisindo menilai kebijakan pengupahan seharusnya mempertimbangkan karakter industri yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Oleh karena itu, Aprisindo mengusulkan agar perhitungan upah lebih menitikberatkan pada angka inflasi daerah, bukan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Billie menyampaikan bahwa rentang alpha (α) yang digunakan dalam formulasi pengupahan sebaiknya berada pada kisaran 0,1 hingga 0,3. Pendekatan tersebut dinilai lebih realistis dan sesuai dengan kemampuan dunia usaha, khususnya industri alas kaki.
Maka harapan kami kepada pemerintah daerah, baik gubernur, wali kota, maupun bupati, agar bijak dalam menetapkan kebijakan pengupahan. Jangan hanya mengejar angka tinggi, tetapi mempertimbangkan dampaknya terhadap keberlangsungan usaha dan penyerapan tenaga kerja,” ujarnya.
Dia mengemukakan bahwa pengupahan sektoral yang ramah dan berimbang justru akan menjaga stabilitas industri serta mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja. Hal ini dinilai lebih baik dibandingkan kebijakan upah tinggi yang berujung pada lay-off.
Aprisindo juga mendorong penguatan konsep tripartit antara pemerintah, pelaku industri, dan pekerja. Menurut dia, relasi yang bersifat mutualisme dan berimbang sangat dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan industri, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih berat.
“Jangan sampai kebijakan upah ini bukan mendukung pertumbuhan perekonomian lebih baik tapi malah meningkatkan angka pengangguran dan angka kemiskinan bagi negara,” ujarnya.
Billie berharap seluruh pemangku kepentingan dapat melihat kondisi ini secara lebih objektif. Kebijakan pengupahan, menurutnya, harus mampu menciptakan iklim industri yang kondusif, menjaga produktivitas tetap stabil, serta sejalan dengan kemampuan pelaku industri yang selama ini berkontribusi membuka lapangan kerja dan menyumbang penerimaan pajak bagi negara.
