Perkuat Pengawasan, Bea Cukai Rombak Struktur Laboratorium dan Pangkalan Operasi

Perkuat Pengawasan, Bea Cukai Rombak Struktur Laboratorium dan Pangkalan Operasi

Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan merombak dua unit pelaksana teknis yaitu Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) serta Pangkalan Sarana Operasi (PSO), sebagai respons atas dinamika modus pelanggaran yang kian kompleks serta tuntutan efisiensi pengawasan.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Budi Prasetiyo menjelaskan penataan ulang tersebut merupakan mandat dari dua aturan pelaksana terbaru, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 121/2024 tentang Organisasi dan Tata Laksana BLBC dan PMK No. 132/2024 tentang Organisasi dan Tata Laksana PSO Bea Cukai.

Budi mengungkapkan restrukturisasi ini mendesak dilakukan untuk menjawab tantangan pengawasan yang semakin dinamis. Tantangan tersebut meliputi peningkatan kompleksitas lalu lintas barang hingga berkembangnya modus penyelundupan.

“Penataan BLBC dan PSO dilakukan agar dukungan pengawasan semakin terstruktur, efektif, dan mampu menjawab dinamika risiko yang terus berubah,” ujar Budi dalam keterangannya, Senin (22/12/2025).

Berdasarkan beleid PMK 121/2024, terdapat perubahan signifikan pada klasifikasi unit laboratorium. Status BLBC Medan dan BLBC Surabaya ditingkatkan dari kelas II menjadi kelas I.

Selain itu, otoritas kepabeanan membentuk Satuan Pelayanan Laboratorium Bea dan Cukai di berbagai wilayah operasi untuk mempercepat proses identifikasi barang secara laboratoris.

Menurut Budi, penguatan fungsi laboratorium ini krusial sebagai backbone atau tulang punggung pengambilan keputusan pengawasan yang berbasis data ilmiah (scientific data-based).

Di sisi lain, perombakan substansial juga menyasar unit Pangkalan Sarana Operasi (PSO) sebagai garda terdepan pengawasan laut. Implementasi PMK 132/2024 mencakup penataan ulang lokasi kantor, wilayah operasi, hingga bentuk organisasi.

Evaluasi Bea Cukai menunjukkan sejumlah PSO eksisting di titik-titik vital seperti Tanjung Balai Karimun, Batam, Tanjung Priok, Pantoloan, dan Sorong dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan kondisi eksternal maupun internal.

Dari sisi eksternal, Budi menyoroti adanya pergeseran peta kerawanan penyelundupan. Salah satu atensi khusus tertuju pada wilayah Lhokseumawe yang teridentifikasi rawan menjadi pintu masuk Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor (NPP) dari jaringan Timur Tengah, Myanmar, Thailand, dan Malaysia.

Melalui penambahan dan relokasi PSO serta sub-PSO, Bea Cukai menargetkan peningkatan kecepatan on water response, efisiensi biaya operasional, serta kejelasan rantai komando dalam patroli laut guna menghindari komando ganda.

“Transformasi ini menjadi bagian dari komitmen Bea Cukai untuk terus berbenah, meningkatkan kualitas pengawasan kepabeanan dan cukai, serta memberikan perlindungan yang semakin optimal bagi masyarakat dan negara,” kata Budi.

Adapun, tenggat waktu implementasi penuh restrukturisasi ini ditetapkan paling lambat satu tahun sejak beleid diundangkan. Menutup tahun anggaran 2025, Bea Cukai telah melantik pejabat BLBC dan meresmikan Gedung BLBC Kelas I Jakarta pada 11 Desember 2025, disusul pelantikan pejabat unit teknis PSO pada 19 Desember 2025.