Blitar (beritajatim.com) – Dalih mempelajari agama Islam ternyata hanya menjadi pintu masuk bagi J.L.K (57), seorang warga negara asing (WNA) asal Amerika Serikat, untuk menetap di Indonesia.
Alih-alih menekuni kitab suci, aktivitas pria paruh baya ini justru memicu kegaduhan hingga akhirnya dipaksa angkat kaki dari Tulungagung oleh Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar.
J.L.K. resmi dideportasi setelah terbukti menyalahgunakan Izin Tinggal Terbatas (ITAS) pelajar dan melakukan aktivitas yang dianggap mencederai norma serta ketertiban umum di wilayah Kabupaten Tulungagung. Pasalnya WNA asal Amerika itu kedapatan menyebarkan virus penyuka sesama jenis atau disorientasi seksual.
Masuk ke Indonesia sejak Maret 2025, J.L.K. mengantongi dokumen resmi sebagai pelajar dengan misi spiritual mempelajari agama. Namun, radar pengawasan Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Imigrasi Blitar menangkap anomali. Di lapangan, tidak ditemukan satu pun rekam jejak aktivitas pendidikan atau pengajian yang diikuti oleh yang bersangkutan.
“Faktanya, yang bersangkutan tidak menjalankan kegiatan belajar sebagaimana mestinya. Dalam pengawasan kami, J.L.K. justru lebih banyak menganggur dan aktivitasnya sama sekali tidak sesuai dengan peruntukan izin tinggal yang ia miliki,” ungkap Rini Sulistyawati, Kasi Teknologi Informasi dan Komonikasi ke Imigrasian Blitar pada Sabtu (20/12/2025).
Disorientasi Seksual dan Keresahan Sosial
Pelanggaran administratif bukan satu-satunya alasan pengusiran J.L.K. Selama menetap di sebuah hotel di Tulungagung, perilaku sosial pria asal Negeri Paman Sam ini mengundang protes keras dari warga sekitar.
Berdasarkan laporan masyarakat dan hasil penyidikan, J.L.K. diketahui secara terbuka menunjukkan disorientasi seksual sebagai penyuka sesama jenis. Ia kerap beraktivitas dengan pasangan laki-lakinya di lingkungan tempat tinggal dengan cara yang dinilai tidak menghormati kearifan lokal.
Perilaku yang dianggap menyimpang dari norma sosial masyarakat Tulungagung ini memicu gelombang keberatan. Warga merasa keberadaan J.L.K. bukan lagi membawa misi edukasi atau religi, melainkan gangguan terhadap ketertiban umum.
Tindakan Tegas: Deportasi Tanpa Kompromi
Merespons keresahan tersebut, Imigrasi Blitar bertindak cepat dengan menjatuhkan Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK). Berdasarkan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, J.L.K. dianggap sebagai orang asing yang melakukan kegiatan berbahaya dan tidak menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Langkah deportasi ini adalah respons nyata terhadap laporan masyarakat. Setiap WNA yang berada di Indonesia tidak hanya wajib tertib administrasi, tetapi juga wajib menghormati norma dan nilai sosial yang berlaku di tengah masyarakat kita,” tegasnya
Kasus J.L.K. menjadi alarm bagi pengelola akomodasi dan masyarakat untuk tetap proaktif melaporkan keberadaan orang asing yang mencurigakan. Imigrasi menegaskan tidak akan memberikan ruang bagi WNA yang menjadikan izin belajar sebagai kedok untuk aktivitas yang merusak tatanan sosial di wilayah hukum mereka. (owi/ian)
