Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengakselerasi pembangunan hunian sementara atau huntara untuk korban bencana alam banjir dan tanah longsor. Salah satu lokasi huntara yang disiapkan berada di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.
Wilayah Palembayan menjadi lokasi paling parah terdampak banjir dan tanah longsor di Sumbar.
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), alat berat sudah mulai meratakan tanah di lokasi calon pembangunan huntara, Rabu (17/12). Sejumlah material bangunan juga sudah tiba.
Puluhan tentara yang menggunakan sepatu bot tampak dikerahkan ke lokasi. Ada pula personel dari BNPB dan Kementerian Pekerjaan Umum yang tengah mengukur lapak huntara.
Huntara untuk warga terdampak bencana di Palembayan akan dibangun di lapangan bola SDN 05 Kayu Pasak. Rencananya akan dibangun sebanyak 133 unit huntara dengan lahan yang disiapkan seluas 6.000 meter.
“Direncanakan [huntara yang dibangun] berformat kopel atau barak, dengan masing-masing kopel terdiri dari dua unit. Saat ini proses pematangan jalan,” demikian laporan BNPB, dikutip Kamis (18/12/2025).
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Agam mencatat kebutuhan huntara di 16 kecamatan terdampak di Agam sebanyak 525 unit. Rumah-rumah yang terdapat di tujuh kecamatan teridentifikasi rusak berat. Untuk itu, percepatan pembangunan huntara diperlukan.
“Sebanyak 525 unit huntara itu diperuntukkan bagi korban yang rumahnya rusak berat atau tidak memungkinkan lagi untuk dihuni,” kata Kepala BPBD Agam Rahmat Lasmono.
Sementara itu Kota Padang, warga terdampak bencana banjir bandang mulai menempati huntara di Kampung Nelayan, Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tengah. Mereka mengaku nyaman tinggal di tempat tersebut.
Hal itu disampaikan Masrizal, salah satu warga terdampak banjir asal Guo, Kecamatan Kuranji.
“Nyaman. Bantuan lancar, cukup. Tidak ada yang kurang, cuma rumah,” kata Masrizal.
Pemerintah Kota Padang menyediakan hunian sementara bagi korban terdampak banjir bandang di Kampung Nelayan, Koto Tengah. Terdapat 80 unit rumah berukuran 6×6 meter dengan dua kamar tidur.
Hunian sementara tersebut telah dilengkapi tempat tidur, ruang tamu dengan kursi dan meja, ruang tengah dengan meja makan sederhana, kipas angin, serta dapur yang dilengkapi kompor dan tabung gas. Aliran air sumur juga telah tersedia.
Masrizal menempati huntara tersebut bersama istri dan satu anaknya. Ia mengakui tempat tinggal sementaranya saat ini cukup nyaman, dengan ketersediaan air bersih dan aliran listrik yang lancar.
Pengungsi banjir lainnya, Reni Suherni, warga Guo Kuning, menyampaikan hal senada. Reni mengaku baru satu hari tinggal di huntara Koto Tengah.
Meski masih terasa asing dan tidak seperti rumahnya yang kini telah hilang tersapu banjir bandang, Reni menyebut tempat tersebut lebih nyaman dibandingkan posko pengungsian.
“Lumayan, airnya bersih. Udah ada bantuan [logistik], udah disediakan,” kata Reni.
Dia berharap pemerintah segera membangun kembali rumahnya, di mana pun lokasinya, tidak harus di tempat tinggal sebelumnya. “Tidak apa-apa, saya siap di mana pun,” ujarnya. (*)
