Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) turun hampir 3% pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) dan ditutup pada level terendah sejak awal tahun 2021. Harga minyak anjlok karena ancaman surplus dan kemungkinan kesepakatan perdamaian di Ukraina membebani pasar.
Dikutip dari CNBC, Rabu (17/12/2025), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 2,73%, atau USD 1,55, dan ditutup pada USD 55,27 per barel, terendah sejak Februari 2021 selama pandemi Covid-19. Patokan global Brent turun 2,71% atau USD 1,64, dan ditutup pada level USD 58,92.
Harga minyak mentah AS telah turun sekitar 23% tahun ini dan mencatatkan kinerja terburuknya sejak 2018. Sementara Brent turun sekitar 21%, tahun terburuknya sejak 2020.
Menurut asosiasi pengemudi AAA, harga bensin di AS telah turun di bawah USD 3 per galon ke level terendah dalam empat tahun terakhir, yang merupakan kabar baik bagi konsumen menjelang liburan.
Penurunan harga minyak dapat menandakan perlambatan ekonomi. Pertumbuhan lapangan kerja di AS mencapai 64.000 pada bulan November tetapi menurun sebesar 105.000 pada bulan Oktober. Tingkat pengangguran mencapai angka tertinggi dalam empat tahun terakhir, yaitu 4,6%.
Pasar minyak berada di bawah tekanan tahun ini karena anggota OPEC+ telah dengan cepat meningkatkan produksi setelah bertahun-tahun melakukan pemotongan produksi. Investor juga memperhitungkan kemungkinan risiko geopolitik yang lebih rendah karena Presiden AS Donald Trump menekan Ukraina untuk menerima perjanjian perdamaian dengan Rusia.
Ancaman gangguan pasokan telah membayangi pasar minyak sejak Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina pada tahun 2022. Kyiv telah melancarkan serangan drone berulang kali terhadap infrastruktur minyak Rusia tahun ini. Sementara itu, AS dan sekutu-sekutu Eropanya telah menargetkan industri minyak mentah Rusia dengan sanksi.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4066834/original/034753100_1656461868-Harga_Minyak_AFP.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)