Pengusaha Hotel & Pedagang Ramai-Ramai Tolak Raperda KTR Jakarta

Pengusaha Hotel & Pedagang Ramai-Ramai Tolak Raperda KTR Jakarta

Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha hotel hingga pedagang pasar mendesak penundaan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DKI Jakarta. Aturan tersebut dinilai dapat memukul pendapatan sektor perhotelan maupun ritel sehingga berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi daerah.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono mengatakan pihaknya cemas dengan penyusunan regulasi tersebut di tengah kondisi sektor hotel dan restoran yang tidak baik. Okupansi hotel belum sepenuhnya pulih ke angka sebelum pandemi, sementara beban biaya terus merangkak naik.

“Bagi industri hotel, kondisi saat ini memang masih cukup berat. Banyak hotel masih tertatih-tatih karena beberapa hal: okupansi belum kembali stabil, biaya operasional seperti listrik dan tenaga kerja terus naik, sementara daya beli masyarakat masih lemah,” kata Sutrisno dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/12/2025).

Dia menegaskan bahwa pengusaha perhotelan dan restoran tidak anti terhadap regulasi tersebut. Namun, pihaknya meminta agar wacana kebijakan itu didiskusikan dengan membuka ruang dialog seluas-luasnya bagi berbagai pihak yang terdampak.  

Dengan demikian, PHRI berharap nantinya peraturan tersebut dapat berjalan efektif dan tidak mematikan lini usaha yang justru telah menyerap banyak tenaga kerja.

“Karena itu, kami bukan sedang menolak atau melawan kebijakan pemerintah. Yang kami minta hanyalah agar kondisi riil di lapangan juga didengar. Pelaku usaha berharap ada ruang dialog supaya kebijakan yang dibuat tidak malah membebani industri yang sedang berusaha bangkit,” jelasnya. 

Di samping itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburohman mengungkap efek ganda akibat dari pelarangan penjualan hingga perluasan pelarangan pemajangan dan iklan rokok. 

Menurut dia, pedagang akan kehilangan omzet dari penjualan barang dan pemasukan pasif dari iklan yang banyak membantu perekonomian mereka.

Terlebih, ada aturan zonasi larangan penjualan rokok dengan radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak. Jika kebijakan ini diterapkan maka akan sulit diimplementasikan di area Jakarta yang padat penduduk. 

“Aturan tersebut dapat berdampak negatif kepada anggota kami karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum terutama pada pasar, kios, serta toko kelontong yang sudah lebih dulu dulu ada dan berdekatan dengan sekolah,” ungkapnya.

Dalam hal ini, dia menilai apabila DPRD DKI Jakarta terus mendorong Raperda KTR, maka pendapatan pedagang akan turun hingga 30% dari pendapatan harian yang diperoleh oleh pedagang.

Oleh karena itu, para pedagang pasar berharap pembahasan Raperda KTR dapat dihentikan oleh DPRD, guna mempertimbangkan kondisi perekonomian rakyat kecil saat ini.