Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa ultimatum keras terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk berbenah total dalam satu tahun merupakan instruksi langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
Dia menyebut perintah itu menjadi dasar dirinya hendak menutup atau memberi tekanan kuat kepada institusi tersebut agar memperbaiki tata kelola dan menutup ruang kebocoran.
“Kita kasih waktu setahun untuk betulin, kalau enggak, 16.000 pegawai kita rumahkan. Bukan dari saya, dari bos di atas (Presiden Prabowo). Jadi saya pakai itu untuk pecut Bea Cukai supaya bekerja lebih baik,” ujarnya dalam Dialog Interaktif Pemerintah Pusat dan Daerah di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/12/2025).
Menurut Purbaya, ultimatum tersebut lahir dari kebutuhan mendesak untuk memastikan kinerja pengawasan kepabeanan tidak kembali ke pola lama. Ia mengingatkan bagaimana pada era Orde Baru, Bea Cukai pernah terjerat praktik korupsi, pungutan liar, manipulasi nilai barang, hingga kolusi antara petugas dan importir.
Kondisi itulah yang pernah memaksa pemerintah menggandeng Société Générale de Surveillance (SGS) asal Swiss pada 1985 untuk mengambil alih sebagian fungsi pengawasan.
Purbaya menekankan bahwa pemerintah saat ini tidak ingin sejarah kelam itu terulang. Karena itu, Bea Cukai harus menunjukkan kemampuan memperbaiki diri tanpa harus kembali menyerahkan fungsi strategis kepada pihak luar negeri.
Ia kemudian menceritakan temuannya saat melakukan inspeksi mendadak ke pelabuhan, yang mengindikasikan masih lemahnya pengawasan.
“Saya pernah ke pelabuhan, cek barang di situ tertulis cuma US$ 7, di toko online harganya lebih mahal. Dari situ ketahuan ini harganya beda, kenapa bisa begini? Mereka lihat-lihatan. Jadi mereka masih main,” ungkapnya.
