Para Guru Besar dan Civitas Akademika Diajak Rancang Masa Depan Indonesia melalui Transmigrasi Baru
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Para Guru Besar dan civitas akademika se-Indonesia diajak untuk terlibat dalam merancang masa depan Indonesia melalui Transmigrasi 5.0, sebuah kerangka pembangunan kewilayahan berbasis sains dan teknologi (saintek).
Langkah itu dianggap strategis untuk memanfaatkan momentum bonus demografi.
Ajakan tersebut disampaikan Menteri
Transmigrasi
(Mentrans) M Iftitah Sulaiman Suryanagara dalam Kongres V Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (
ITS
) di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (11/12/2025).
“Saya datang bukan sekadar menjelaskan program, tetapi mengajak kita mendesain masa depan Indonesia. Saya percaya ITS dan para guru besar akan menjadi jantung intelektual dari desain besar itu,” ujar Iftitah dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (12/12/2025).
Menjawab tantangan tersebut, Iftitah menilai pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia harus dibangun dari daerah dan wilayah perbatasan yang selama ini belum dioptimalkan.
“Pertumbuhan yang tidak hanya menambah produk domestik bruto (PDB) secara kosmetik, tetapi menghasilkan pangan, energi, industri, teknologi, dan kapasitas manusia yang nyata. Pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, yang menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk rakyat di sekitarnya. Sehingga, tidak ada lagi pengangguran di bumi tercinta ini,” tuturnya.
Dalam paparannya, Iftitah juga meluruskan persepsi lama mengenai transmigrasi. Ia menegaskan, transmigrasi saat ini bukan lagi sekadar perpindahan penduduk, melainkan pembangunan kawasan berbasis produktivitas.
“Transmigrasi merupakan kerangka pembangunan paling lengkap karena bekerja pada tiga fondasi sekaligus: lahan, manusia, dan produktivitas,” ungkap Iftitah.
Dalam kesempatan itu, Iftitah menekankan bahwa pembangunan kawasan transmigrasi akan mengandalkan sains, data, dan teknologi.
Konsep Transmigrasi 5.0 mencakup pemodelan iklim 30 tahun ke depan, analisis geospasial berbasis kecerdasan buatan (AI), pemetaan rantai pasok, hingga desain permukiman berbasis ekosistem pertumbuhan.
“Bayangkan bila setiap kawasan transmigrasi dirancang dengan standar ilmiah. Hasilnya adalah kawasan yang menjadi
smart agro-estate, smart fisheries, rural industry hub,
dan
smart settlement
berbasis data,” ujar Iftitah.
Kementerian Transmigrasi (
Kementrans
) saat ini menyiapkan dua hingga tiga kawasan sebagai laboratorium hidup (
living lab
) untuk uji penerapan teknologi dan riset kampus.
Tak hanya itu, program Transmigrasi Patriot dan Beasiswa Patriot disiapkan sebagai mesin talenta untuk menyiapkan pemimpin lapangan masa depan.
Oleh karena itu, Iftitah mengajak para guru besar, termasuk ITS, untuk berperan dalam tiga hal utama, yaitu desain bersama (
co-design
), proyek percontohan (
pilot project
), dan pembentukan talent pipeline pembangunan kawasan.
“Pembangunan kawasan baru harus menjadi karya bersama, lingkungan, robotika, industri, kelautan, energi, agrikultur, transportasi, tata kota. Ini bukan proyek satu disiplin, tetapi
symphony of sciences
,” ujarnya.
Menutup pidatonya, Iftitah menegaskan, masa depan Indonesia tidak akan lahir dari kota besar semata, melainkan pertumbuhan baru di daerah.
“Jika Indonesia ingin melompat, lompatan itu tidak akan lahir dari Jakarta atau Surabaya saja. Ia muncul dari desa modern,
agro-estate
digital, industri perikanan terpadu, energi terbarukan, dan kota-kota teknologi di daerah. Mari kita bangun Indonesia bukan hanya dengan angka, tetapi dengan jiwa. Bukan hanya dengan teknologi, tetapi dengan keberanian membuka
frontier
baru,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Para Guru Besar dan Civitas Akademika Diajak Rancang Masa Depan Indonesia melalui Transmigrasi Baru
/data/photo/2025/12/12/693b8b80374e4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)