Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan perlindungan khusus anak dalam situasi bencana yang terjadi di Aceh dan Sumatera termasuk dalam situasi darurat sama seperti perang. Meski tidak memiliki wewenang untuk melakukan pendampingan langsung, KPAI memastikan akan terus mengawal semua kebutuhan prioritas anak yang menjadi korban.
Ketua Komisioner KPAI Margaret Aliyatul Maimunah mengatakan bencana merupakan salah satu dari 15 kondisi darurat yang diatur yang Undang-Undang Perlindungan Anak. Dalam aturan itu harus memberikan perlindungan khusus anak termasuk memberikan pangan, sandang, pendampingan psikologis hingga akses pendidikan.
Margareta menjelaskan prioritas utama dalam situasi darurat adalah penyelamatan dan keamanan anak dilanjutkam pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat aman. Ia juga menyoroti pentingnya upaya mempertemukan kembali anak dengan keluarga sebab bencana yang memisahkan.
“Anak-anak pasti mengalami trauma. Pendampingan psikologis atau trauma healing menjadi kebutuhan paling penting saat ini. Kita tahu, dalam situasi seperti ini, anak-anak kehilangan rasa nyaman yang selama ini mereka miliki,” kata Margaret kepada Beritasatu.com, Selasa (9/12/2025).
KPAI tidak turun langsung memberikan layanan psikologis, namun memastikan para pihak yang memiliki kewenangan seperti HIMPSI, APSIFOR, hingga unit PPA telah bergerak memberikan layanan tersebut di lapangan.
KPAI juga mencatat masih ada sejumlah wilayah terdampak yang sulit diakses, sehingga pendataan anak yang terdampak terus berkembang.
Margareta menambahkan selain kebutuhan darurat, pemerintah juga wajib menjamin pemenuhan hak pendidikan bagi anak korban bencana. Termasuk di dalamnya pembebasan biaya pendidikan bagi anak yang rumahnya rusak berat atau kehilangan orang tua.
“Ini tanggung jawab negara sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak. Pemerintah, masyarakat, orang tua, keluarga, dan lingkungan sekitar harus memastikan anak mendapatkan seluruh haknya,” tegasnya.
KPAI akan terus melakukan pengawasan terhadap pemenuhan hak anak dalam situasi darurat, mulai dari keselamatan, kebutuhan dasar, pendampingan psikologis, hingga akses pendidikan.
“Yang urgent adalah keselamatan, makanan, sandang, dan trauma healing. Setelah itu kami akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan pemenuhan hak berikutnya,” ujar Margareta.
