Banjir Aceh Lumpuhkan Komunikasi, Wamenkomdigi Nezar Patria Kirim Starlink

Banjir Aceh Lumpuhkan Komunikasi, Wamenkomdigi Nezar Patria Kirim Starlink

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, meninjau langsung dampak katastrofe banjir di Kabupaten Pidie Jaya dan Bireuen, Aceh, sekaligus memimpin percepatan pemulihan infrastruktur telekomunikasi yang lumpuh di wilayah tersebut pada Kamis (4/12/2025). Kunjungan ini difokuskan pada pemulihan jaringan sinyal dan distribusi perangkat satelit Starlink untuk menembus isolasi komunikasi di daerah terdampak paling parah.

Salah satu lokasi terparah yang dikunjungi adalah Meunasah Lhok di Kabupaten Pidie Jaya. Wilayah ini mengalami kerusakan signifikan akibat pendangkalan sungai ekstrem yang mengubah bentang alam setempat. Endapan lumpur menutup cekungan sungai hingga rata, memaksa air meluap drastis ke permukiman penduduk.

“Menciptakan sungai-sungai baru, dan air membajiri jalan depan rumah warga,” kata Nezar saat melihat kondisi lapangan, Kamis 4 Desember 2025.

Kerusakan infrastruktur di kawasan ini menuntut penanganan serius. Nezar menjelaskan bahwa untuk memulihkan fungsi sungai, diperlukan pengerukan endapan lumpur sepanjang kurang lebih satu kilometer. Normalisasi sungai ini menjadi syarat mutlak sebelum program rekonstruksi kawasan dapat dimulai.

Dampak banjir juga terlihat jelas pada hunian warga yang tertimbun material vulkanik dan tanah. “Saya menyaksikan banyak warga, baik pria maupun perempuan, bekerja keras membersihkan rumahnya masing-masing pakai skop, menggali dan membersihkan lumpur pasir yang sudah mengeras, bahkan ada yang setinggi pintu,” ujar Nezar menggambarkan situasi di lapangan di mana lumpur mencapai ketinggian satu setengah meter.

Usai meninjau Pidie Jaya, tim Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bergerak ke Kabupaten Bireuen. Fokus utama di wilayah ini adalah mengaktifkan kembali Base Transceiver Station (BTS) yang mati total akibat terputusnya pasokan listrik PLN. Koordinasi intensif dengan PLN dan Pertamina terus dilakukan untuk memastikan pasokan energi bagi infrastruktur vital tersebut.

“BTS di seluruh Aceh umumnya terganggu fungsinya karena ketiadaan listrik. Sekarang sudah diatasi separuhnya bisa menyala. Kita sudah koordinasi dengan PLN dan Pertamina, semoga pekan ini 75-90 persen BTS dapat menyala kembali,” jelas Nezar.

Sebagai solusi taktis darurat, Nezar menyerahkan bantuan perangkat Starlink dan genset kepada Bupati Pidie Jaya dan Bupati Bireuen. Perangkat ini krusial untuk mendukung koordinasi di pos-pos bantuan bencana yang sempat terputus komunikasinya.

Distribusi bantuan teknologi ini juga menyasar aparat keamanan yang menjadi garda terdepan evakuasi. Di Bireuen, Nezar menyerahkan dua unit Starlink dan satu genset kepada Dandim Bireuen untuk diteruskan kepada Danrem Lilawangsa di Lhokseumawe, Aceh Utara.

“Kita titipkan ke Danrem yang nantinya akan membantu komunikasi di daerah Lokop, Aceh Timur. Di sana ada lima desa hilang disapu banjir. Alat telekomunikasi sangat dibutuhkan,” tegas Nezar mengenai urgensi konektivitas di zona merah.

Tantangan logistik terberat dihadapi tim saat mencapai Kecamatan Juli. Jembatan utama yang menghubungkan Bireuen dengan Kabupaten Bener Meriah putus total dihantam banjir, menyebabkan Bener Meriah terisolasi. Nezar menyaksikan langsung infrastruktur yang hancur tersebut.

“Jembatan kokoh ini bahkan terputus separuh. Bener Meriah terisolir. Kita berikan satu unit Starlink kepada relawan TIK, yang akan digunakan untuk kebutuhan warga berkomunikasi,” ungkap Nezar.

Di lokasi jembatan putus tersebut, warga setempat membangun jaringan kabel darurat untuk memobilisasi barang. Memanfaatkan kearifan lokal ini, Wamenkomdigi mengirimkan perangkat teknologi canggih tersebut ke seberang sungai menggunakan sistem katrol sederhana.

“Kita seberangkan satu unit Starlink dan genset ke wilayah Bener Meriah melalui keranjang yang bergulir melalui kabel itu, semoga membantu memulihkan komunikasi di masa tanggap darurat,” tambah Nezar.

Berdasarkan data terkini, dari total 3.443 BTS yang tersebar di Provinsi Aceh, baru 51 persen yang berhasil beroperasi kembali. Gangguan telekomunikasi ini diperparah oleh putusnya jaringan kabel Fiber Optik (FO) akibat runtuhnya sejumlah jembatan penghubung antar-kabupaten. Sebagian besar BTS yang mati disebabkan oleh ketiadaan daya listrik, sementara fisik menara BTS mayoritas masih berdiri tegak dan aman dari terjangan banjir. [beq]