Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan Hakim nonaktif Djuyamto akan menghadapi sidang putusan untuk kasus dugaan suap penanganan perkara terkait pemberian vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi
crude palm oil
(CPO), pada Rabu (3/12/2025).
Panitera muda perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, dan dua hakim lainnya, Agam Syarif Baharudin serta Ali Muhtarom, juga akan mendengarkan pembacaan vonis pada sidang yang sama.
“Jadwal sidang untuk Rabu (3/12/2025) yaitu perkara migor (minyak goreng) dengan agenda sidang pembacaan putusan untuk terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan,” ujar Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto, saat dikonfirmasi, pada Selasa (2/12/2025).
Dalam sidang tanggal Rabu (29/10/2025), Jaksa Penuntut Umum telah menuntut kelima terdakwa ini dengan mempertimbangkan peran dan tanggung jawab mereka pada kasus ini.
Muhammad Arif Nuryanta, yang dulu pernah menjabat Wakil Ketua PN Jakpus, dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Tuntutan untuk Arif menjadi yang paling berat karena ia dinilai punya peran sentral.
Mulai dari menawar angka suap kepada pihak pemberi, yaitu pengacara korporasi CPO, Ariyanto Bakri, hingga mempengaruhi dan membagikan uang suap kepada Djuyamto, Agam, serta Ali.
Arif sendiri diduga menerima uang suap senilai Rp 15,7 miliar.
Untuk itu, jaksa menuntutnya untuk membayar uang pengganti sesuai angka yang diterima.
Jika denda uang pengganti ini tidak dibayarkan, jaksa menuntut agar Arif dikenakan pidana tambahan 5 tahun penjara.
Kemudian, Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.
Ia diyakini telah menjembatani pihak korporasi dengan pihak pengadilan.
Wahyu diketahui lebih dahulu mengenal Ariyanto sebelum kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO bergulir.
Kemudian, saat kasus ini masuk ke PN Jakpus, Wahyu diminta Ariyanto untuk menghubungkan ke petinggi di pengadilan.
Kebetulan, Wahyu juga mengenal dan cukup dekat dengan Muhammad Arif Nuryanta.
Wahyu pun mempertemukan Ariyanto dan Arif Nuryanta sehingga proses suap terjadi.
Ia ikut menerima uang suap senilai Rp 2,4 miliar.
Jaksa menuntut uang ini dikembalikan ke negara atau Wahyu diancam pidana tambahan kurungan 6 tahun penjara.
Adapun, majelis hakim yang mengadili perkara CPO, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Mereka juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai jumlah suap yang diterimanya.
Djuyamto selaku ketua majelis hakim dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara.
Sementara, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara.
Jika dijumlahkan, kelima terdakwa menerima uang suap senilai Rp 40 miliar untuk memberikan vonis lepas kepada Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Tindakan mereka ini diyakini telah melanggar Pasal 6 Ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam pleidoi hingga duplik, kelima terdakwa secara bergantian mengakui kesalahan dengan cara masing-masing.
Misalnya, Arif Nuryanta yang terang-terangan mengaku bersalah dan menyesal telah menerima suap.
“Saya sadar bahwa apa yang saya lakukan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Dan, saya mengaku bersalah dan sangat menyesal,” ujar Arif, saat membacakan pleidoi pribadinya dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).
Ia terus meminta maaf karena telah mencoreng nama baik Mahkamah Agung dan citra penegak hukum yang seharusnya menjaga keadilan.
Sementara, Ali Muhtarom justru menyatakan dirinya sudah ikhlas menerima apapun hukuman yang akan dijatuhkan padanya.
“Terhadap ujian atau cobaan ini, saya menerimanya dengan ikhlas. Saya mohon maaf ke Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, masyarakat Indonesia, dan keluarga saya terkait dengan peristiwa ini,” ujar Ali, dalam sidang.
Sama seperti Arif, Ali juga sempat meminta maaf kepada lembaga yang menaunginya.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh tiga terdakwa lainnya sembari meminta agar majelis hakim yang akan mengadili mereka, Effendi, Adek Nurhadi, dan Andi Saputra, untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
Wahyu, terdakwa paling muda dalam kasus ini, meminta agar Effendi dkk bisa berbelas kasihan padanya.
Ia menyinggung anak-anaknya yang masih kecil dan butuh sosok ayah dalam tumbuh kembang mereka.
“Kiranya yang mulia dapat menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya kepada saya agar saya dapat memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, menata kembali kehidupan, dan membesarkan anak-anak saya dengan baik,” ucap Wahyu, dengan suara bergetar dalam sidang pembacaan pleidoi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO Nasional 3 Desember 2025
/data/photo/2025/08/20/68a5517f9b1fb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)