Kisah Berkah Bareng dan Gerakan Sosial dari Masjid Nurul Ashri Jogja, Memberi Makna pada Barang Bekas

Kisah Berkah Bareng dan Gerakan Sosial dari Masjid Nurul Ashri Jogja, Memberi Makna pada Barang Bekas

Kharis menekankan bahwa donasi bukanlah tempat membuang barang, melainkan sarana memberi kesempatan kedua bagi benda-benda yang tidak lagi dibutuhkan pemiliknya.

“Barang yang sudah tidak dipakai dalam satu keluarga itu sebenarnya bisa jadi jawaban dari doa orang lain,” katanya.

Setiap barang yang masuk melalui proses sortir ketat. Pakaian yang masih sangat layak dikelompokkan menjadi grade satu dan dijual di gerai dengan harga terjangkau. Barang yang sedikit di bawahnya masuk grade dua dan dibawa ke bazar Maguwo. Sementara itu, pakaian kualitas rendah—yang mungkin berjamur, sobek, atau memiliki kekurangan signifikan—masuk grade tiga dan dijual dengan harga sangat murah.

Namun barang yang benar-benar tidak layak pakai tidak dibiarkan menumpuk begitu saja. Pakaian-pakaian itu dipotong, dianyam, dan diolah kembali menjadi keset. Program pengolahan limbah pakaian ini bahkan dijalankan bersama para mitra pengrajin dari Kricak dan Wonosari.

“Mereka kita support alatnya, benangnya, bahannya, kemudian hasil produksinya itu kita beli,” jelas Kharis.

Dampak lingkungan mungkin belum tercatat dalam angka yang konkret, namun upaya memperpanjang usia barang ini jelas berkontribusi pada pengurangan sampah. Ini karena barang bekas yang diserahkan ke tukang sampah biasanya hanya akan berakhir di TPA, tetapi melalui program ini, barang-barang itu bisa kembali memberi manfaat. Selain itu, komunitas relawan yang berada di belakang gerakan ini juga beberapa kali mengadakan kegiatan bertema lingkungan seperti penanaman mangrove, pelepasan tukik, dan patroli penyu, yang semakin menegaskan komitmen mereka terhadap ekosistem.