JAKARTA – Dua remaja Australia resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung di negera itu terkait undang-undang baru yang melarang anak di bawah 16 tahun memiliki akun media sosial. Mereka menilai aturan tersebut inkonstitusional karena merampas hak mereka untuk berkomunikasi secara bebas.
Mulai 10 Desember 2025, platform seperti Meta, TikTok, dan YouTube diwajibkan memastikan pengguna berusia di bawah 16 tahun tidak dapat membuat atau menggunakan akun.
Pemerintah dan para pendukung kebijakan ini mengklaim larangan tersebut diperlukan untuk melindungi anak dari konten berbahaya dan dampak algoritma. Namun, dua remaja berusia 15 tahun, Noah Jones dan Macy Neyland, yang didukung kelompok advokasi Digital Freedom Project (DFP), menyatakan aturan itu mengabaikan hak-hak anak.
“Kami tidak boleh dibungkam. Ini seperti buku 1984 karya Orwell, dan itu menakutkan,” kata Macy Neyland dalam pernyataan resminya.
Pemerintah Tak Akan Mundur
Menanggapi gugatan tersebut, Menteri Komunikasi Anika Wells menegaskan di parlemen bahwa pemerintah tidak akan goyah. “Kami tidak akan diintimidasi oleh ancaman, oleh gugatan hukum, atau oleh big tech. Demi para orang tua Australia, kami akan tetap tegas,” kata Wells.
Dalam pernyataannya, DFP menjelaskan gugatan telah didaftarkan pada Rabu, 26 November. Mereka menilai larangan total akun media sosial justru dapat merugikan kelompok anak paling rentan—termasuk penyandang disabilitas, remaja First Nations, anak di daerah terpencil, dan remaja LGBTIQ+.
Gugatan ini berfokus pada dampak aturan tersebut terhadap komunikasi politik dan apakah larangan total benar-benar proporsional dengan tujuan perlindungan anak.
DFP berpendapat ada cara lain yang lebih tepat untuk meningkatkan keamanan daring, seperti:
program literasi digital,
kewajiban fitur ramah anak,
teknologi verifikasi usia yang lebih menjaga privasi.
Noah Jones menyebut kebijakan pemerintah sebagai pendekatan yang tidak serius. “Kami adalah generasi digital asli. Kami ingin tetap cerdas dan tangguh di dunia digital. Lindungi kami dengan pengaman, bukan membungkam kami,” ujar Noah.
Google Juga Pertimbangkan Gugatan
Media Australia sebelumnya melaporkan bahwa Google—pemilik YouTube—juga mempertimbangkan melakukan tantangan hukum terhadap aturan tersebut.
Meski ditolak perusahaan teknologi, jajak pendapat menunjukkan sebagian besar orang dewasa Australia mendukung larangan tersebut. Namun sejumlah psikolog memperingatkan bahwa larangan total dapat:
mengisolasi anak dari koneksi sosial,
mendorong mereka menuju platform gelap yang lebih sulit diawasi.
