Bisnis.com, JAKARTA — Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) mencatat terdapat investasi smelter nikel mencapai US$56 miliar atau setara Rp932 triliun pada periode 2026-2029. Namun, baru-baru ini pemerintah menerbitkan aturan moratorium pembangunan smelter baru.
Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Dalam beleid yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 5 Juni 2025 itu, industri pembuatan logam dasar bukan besi yang memiliki izin usaha industri (IUI) tak diperbolehkan membangun proyek smelter baru yang khusus memproduksi produk antara nikel, seperti nickel matte, mixed hydroxide precipitate (MHP), feronikel (FeNi), dan nickel pig iron (NPI).
Head of External Relation FINI Mordekhai Aruan mengatakan, pihaknya telah melaporkan investasi smelter yang saat ini telah memulai proses konstruksi. Dalam hal ini, FINI meminta pemerintah memberikan pengecualian untuk investasi yang telah masuk tersebut.
“Investasi untuk melanjutkan proses pengolahan bijih nikel menjadi end product itu sejauh ini yang sudah on the pipeline sekitar US$56 miliar dari 2026-2029,” kata Mordekhai saat ditemui Bisnis, Rabu (26/11/2025).
Terlebih, dia menyebut, investasi smelter nikel baru ini akan menciptakan lapangan pekerjaan untuk 50.000 pekerja organik. Pihaknya tak sepenuhnya mengkritisi aturan baru tersebut karena saat ini produk-produk seperti feronikel, NPI, nickel matte dalam kondisi oversupply.
Namun, sebagai upaya jaminan kepastian hukum bagi investor yang sudah masuk, maka pengecualian izin operasional ini diperlukan. Sebab, investor tersebut telah masuk sebelum aturan diterbitkan.
“Mereka enggak [mundur investasi] jadi PP barunya tetap berjalan, hanya FINI menemukan dan melaporkan ke pemerintah, ‘Pak ini ada investor yang sudah mulai sebelum PP itu’,” jelasnya.
Pihaknya juga berkomitmen untuk menaati aturan baru pemerintah yang kini menerapkan kriteria khusus dan verifikasi izin rencana pembangunan smelter baru.
Dalam aturan PP No. 28/2025 disebutkan untuk KBLI 24202 pelaku usaha dapat membangun smelter dengan syarat melampirkan surat pernyataan tidak memproduksi FeNi, NPI, nickel matte untuk teknologi pirometalurgi dan MHP untuk hidrometalurgi.
“Pemerintah menerapkan kriteria harus diverifikasi dulu ini benar tidak atau jangan sampai mereka masih rencana, kalau perusahaan tersebut lolos dari kriteria pemerintah maka pemerintah memberikan kepastian hukum berupa izin,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia juga menerangkan dari investasi smelter baru yang tengah konstruksi saat ini, terdapat sejumlah fasilitas pengolahan yang berencana melanjutkan ke produk lebih hilir.
“Dari produk-produk yang intermediate itu, mereka rencana untuk lanjutkan lagi, sebagai contoh ya perusahaan CNGR itu mereka planning untuk kawasan industrinya sampai kepada prekursor tapi bertahap,” pungkasnya.
Dalam catatannya, baru terdapat dua perusahaan prekursor yang beroperasi di Indonesia. Saat ini, industri juga didorong untuk masuk ke produk hilir lainnya yang sama sekali belum ada di Indonesia seperti katoda, nickel alloy powder, stainless steel seamless pipe, dan lainnya.