Bapanas Beberkan Jurus Stabilkan Harga Pangan pada 2026

Bapanas Beberkan Jurus Stabilkan Harga Pangan pada 2026

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan melanjutkan program operasi pasar untuk menstabilkan harga pangan pada 2026. Salah satu langkah yang bakal dilakukan ialah dengan menyalurkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

Kepala Bapanas Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa pihaknya menargetkan penyaluran beras SPHP 1,2 juta ton pada tahun depan, diiringi target penyaluran SPHP jagung sebesar 250.000 ton, SPHP kedelai sebanyak 100.000 ton hingga beras bantuan pangan 1 juta ton.

“Langkah penurunan harga beras dilakukan melalui intervensi terpadu mulai dari operasi pasar penyaluran beras SPHP, bantuan pangan penguatan distribusi, cadangan pangan daerah, hingga pengawasan di lapangan,” kata Amran dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin (24/11/2025).

Sepanjang dua bulan terakhir menjabat Kepala Bapanas, dia menyebut kenaikan harga eceran tertinggi (HET) beras telah berangsur berkurang dari semula 200 kabupaten/kota menjadi 48 kabupaten/kota.

Menurut Amran, di berbagai lokasi tersebut, pihaknya telah menurunkan tim terpadu untuk menurunkan harga pangan beras. Hasilnya, dia menyebut terjadi deflasi pada September dan Oktober lalu.

Sementara itu, dia melaporkan penyaluran beras SPHP per 21 November 2025 telah mencapai 662.000 ton dan akan dilaksanakan hingga mencapai target 1,5 juta ton sampai akhir tahun nanti.

Dia juga menyampaikan perkembangan penyaluran bantuan pangan beras periode Juni–Juli sebesar 99,99% dari total 365.541 ton.

“Gerakan pangan murah sudah dilaksanakan di 11.142 kali di 514 kabupaten dan 36 provinsi,” ujar Amran.

Dalam perkembangan sebelumnya, pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian mengingatkan potensi gejolak harga beras kembali meningkat jelang akhir tahun hingga awal 2026 mendatang.

Eliza menilai penurunan harga beras saat ini lebih disebabkan oleh efek panen gadu yang menyebabkan kelebihan suplai secara temporer, bukan karena perbaikan mendasar dalam tata kelola pangan nasional.

“Secara bulanan turun, tapi kalau secara tahunan tetap naik juga 5,83% di tingkat penggilingan, 5,54% di grosir, dan harga itu tetap di atas HET,” kata Eliza kepada Bisnis, Senin (6/10/2025).