Modus Korupsi di PT Telkom: Eks Pegawai Bikin Proyek Fiktif demi Target, Berujung Gagal Bayar Nasional 24 November 2025

Modus Korupsi di PT Telkom: Eks Pegawai Bikin Proyek Fiktif demi Target, Berujung Gagal Bayar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 November 2025

Modus Korupsi di PT Telkom: Eks Pegawai Bikin Proyek Fiktif demi Target, Berujung Gagal Bayar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sejumlah mantan pegawai PT Telkom membuat pengadaan fiktif demi mencapai target bisnis yang ditetapkan perusahaan.
Namun, proyek-proyek ini justru berujung gagal bayar dari pihak swasta hingga menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 464,9 miliar.
Hal ini terungkap dalam surat dakwaan atas nama General Manager Enterprise Divisi Enterprise Service (DES) Telkom 2017-2020,
August Hoth Mercyon
.
Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan ada suatu pola berulang yang menyebabkan negara rugi besar.
Misalnya, saat
PT Telkom
menyetujui untuk memberikan pembiayaan pada PT Japa Melindo Pratama.
Saat itu, PT Japa telah mengatakan ada kesulitan modal dalam pengerjaan proyek pengadaan material mekanikal, elektrikal, dan elektronik di Puri Orchard Apartemen.
“Kemudian, disepakati PT Telkom akan memberikan pembiayaan kepada PT Japa Melindo dengan menunjuk PT MDR Indonesia sebagai mitra pelaksana yang menjadi
supplier
atau penyedia barang,” ujar salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/11/2025).
Pengadaan ini dinilai bermasalah karena PT Telkom bukan bergerak di bidang pembiayaan.
Meski mengetahui hal ini, para terdakwa tetap memberikan pembiayaan menggunakan skema rekayasa.
Divisi Enterprise Service (DES) PT Telkom membuat
pengadaan fiktif
untuk pengerjaan outbound logistik agar bisa mencairkan dana kepada PT Japa.
Sebagai formalitas administrasi, DES menunjuk PT Graha Sarana Duta, anak perusahaan PT Telkom, untuk menjalankan kerja sama dengan PT Japa Melindo Pratama.
Padahal, PT Graha Sarana Duta tidak memiliki lini bisnis dalam pengadaan material mekanikal, elektrikal, dan elektronik di Puri Orchard Apartemen yang awalnya menjadi proyek PT Japa Melindo Pratama.
Untuk proyek fiktif ini, PT Telkom mencairkan pembiayaan senilai Rp 55 miliar kepada PT Japa.
Proyek yang dicatat sebagai pengadaan outbound logistik ini kemudian dimasukkan dalam daftar pemenuhan target bisnis.
Namun, PT Japa Melindo pada akhirnya tidak bisa membayarkan kembali Rp 55 miliar yang diberikan PT Telkom.
“Bahwa terhadap pembiayaan tidak sah yang diberikan oleh PT Telkom kepada PT Japa Melindo Pratama sebagaimana tersebut di atas, Ir. Eddy Fitra selaku Direktur Utama PT Japa Melindo tidak bisa melakukan pelunasan sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 55 miliar,” jelas jaksa.
Pembiayaan berkedok pengadaan barang atau jasa ini terjadi berulang kali.
Begitu pun dengan gagal bayar dari perusahaan swasta yang menerima pembiayaan.
PT Telkom pernah membuat kontrak kerja sama fiktif dengan PT Ata Energi.
Kontrak ini untuk 400 unit rectifier, pekerjaan integrated control dan monitoring electronic power system, pengadaan 93 unit genset, pengadaan 710 unit lithium battery, dan pengadaan 700 unit baterai lithium.
Proyek pengadaan fiktif ini bernilai Rp 113,9 miliar.
Setelah pembiayaan ini dicairkan, Nur Hadiyanto selaku Direktur PT Ata Energi memberikan komitmen fee senilai Rp 800 juta kepada terdakwa August Hoth Mercyon Purba.
“Bahwa terhadap pembiayaan tidak sah yang diberikan oleh PT Telkom kepada PT Ata Energi sebagaimana tersebut di atas, Nur Hadiyanto selaku Direktur PT Ata Energi tidak bisa melakukan pelunasan sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 113.986.104.600,” jelas jaksa.
Dalam periode 2016-2019, minimal ada sembilan pengadaan fiktif yang disetujui terdakwa yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 464,9 miliar.
Sebanyak 11 orang didakwa bersama-sama memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi.
Tiga terdakwa merupakan internal PT Telkom, yaitu General Manager Enterprise Divisi Enterprise Service (DES) Telkom 2017-2020, August Hoth Mercyon; Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom 2015-2017, Herman Maulana;dan Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara 2016-2018, Alam Hono.
Sementara, dari klaster swasta ada Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara, Andi Imansyah Mufti; Direktur Utama PT International Vista Quanta, Denny Tannudjaya; Direktur Utama PT Japa Melindo Pratama, Eddy Fitra; Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa, Kamaruddin Ibrahim; Direktur Utama PT Ata Energi, Nur Hadiyanto; serta Direktur Utama PT Green Energy Natural Gas, Oei Edward Wijaya; Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri, RR Dewi Palupi Kentjanasari; dan Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya, Rudi Irawan.
Atas perbuatannya, para terdakwa diancam pidana Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.