RPP Demutualisasi: Kelembagaan BEI Dirombak, Publik Bisa Jadi Pemilik!

RPP Demutualisasi: Kelembagaan BEI Dirombak, Publik Bisa Jadi Pemilik!

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana mengubah struktur kelembagaan Bursa Efek Indonesia (BEI), dari bursa efek yang hanya dimiliki oleh anggota bursa (struktur mutual), menjadi perseroan yang juga dapat dimiliki oleh pihak luas.

Perubahan kelembagaan BEI akan diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait Demutualisasi Bursa Efek sebagai bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

“Demutualisasi akan membuka kepemilikan BEI bagi pihak selain perusahaan efek dengan memisahkan keanggotaan dan kepemilikan. Ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi potensi benturan kepentingan, memperkuat tata kelola, meningkatkan profesionalisme, dan mendorong daya saing global pasar modal 
Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan 
Kementerian Keuangan, Masyita Crystallin dalam siaran resmi, Jumat (21/11/2025).

Kebijakan demutualisasi bursa efek bukan hal baru dalam pengembangan pasar modal global. Di antara bursa-bursa efek utama di dunia, saat ini BEI termasuk sedikit yang masih berstruktur mutual, sementara berbagai negara lain, termasuk Singapura, Malaysia, dan India, telah lebih dahulu bertransformasi.

Transformasi ini memungkinkan tata kelola bursa menjadi lebih profesional dan lincah dalam merespons dinamika sistem keuangan global. Struktur demutualisasi diharapkan mendorong inovasi produk dan layanan, mulai dari pengembangan instrumen derivatif, Exchange-Traded Fund (ETF), hingga instrumen pembiayaan infrastruktur dan transisi energi, sehingga pada akhirnya meningkatkan kedalaman dan likuiditas pasar.

“Melalui demutualisasi, kami ingin memastikan bahwa tata kelola BEI sejalan dengan praktik terbaik internasional, sekaligus tetap menjaga kepentingan publik dan integritas pasar,” jelas Masyita.

Kebijakan demutualisasi bursa efek juga tidak dapat berdiri sendiri, melainkan perlu 
didukung oleh pengembangan pasar modal dari sisi penawaran (supply side) maupun 
sisi permintaan (demand side).

Dari sisi penawaran, salah satu tantangan yang dihadapi adalah relatif rendahnya free float yang menghambat aktivitas perdagangan yang aktif dan menyebabkan harga saham kurang sepenuhnya mencerminkan kondisi pasar. 

Dengan likuiditas pasar modal Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan negara peers, peningkatan free float menjadi salah satu kebijakan penting yang perlu berjalan beriringan dengan demutualisasi. 

“Kebijakan demutualisasi bursa efek perlu diiringi penguatan ekosistem, termasuk peningkatan free float, agar dampaknya terhadap kedalaman dan likuiditas pasar modal benar-benar optimal,” jelas Masyita.

Dalam konteks pengembangan demand side, partisipasi investor domestik—baik 
institusional maupun ritel—perlu terus ditingkatkan. Kementerian Keuangan 
menyiapkan kebijakan pendukung bagi investor institusional domestik, khususnya 
lembaga sui generis pengelola dana pensiun, antara lain kebijakan terkait mekanisme cut loss. 

“Kebijakan cut loss ini nanti akan diarahkan untuk memberikan kepastian bagi pengelola dana pensiun dalam berinvestasi di pasar modal, sehingga mereka dapat berperan lebih aktif dan bertindak sebagai anchor investors yang mendorong pendalaman pasar modal,” ujar Masyita.

Strategi pengembangan pasar modal juga disusun dengan melakukan benchmark
terhadap pengalaman beberapa negara, termasuk India.

Dalam satu dekade terakhir, kombinasi antara penguatan tata kelola kelembagaan, peningkatan partisipasi investor domestik melalui skema Systematic Investment Plan (SIP), peningkatan jumlah dan kualitas emiten, serta peningkatan efisiensi melalui pemanfaatan teknologi telah mengakselerasi perkembangan pasar modal India.