Anggota DPR RI Dapil Madura ingatkan bahaya perundungan

Anggota DPR RI Dapil Madura ingatkan bahaya perundungan

Bangkalan (ANTARA) – Anggota Komisi VIII DPR RI asal daerah pemilihan XI Madura Ansari mengingat bahaya praktik perundungan yang akhir-akhir ini sering terjadi di masyarakat dan menyebar luas di media sosial.

“Perkembangan teknologi digital memang membawa manfaat besar, tetapi di sisi yang lain muncul ancaman yang serius, yaitu kekerasan berbasis siber, yang banyak menimpa kelompok rentan, terutama perempuan dan anak,” katanya saat menjadi pembicara pada acara talk show ‘Gender Awarness’ di kampus Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Bangkalan, Jawa Timur, Sabtu.

Ia menjelaskan, bentuk kekerasan siber kian beragam, dan tidak tidak hanya dalam bentuk perundungan, seperti penghinaan, ancaman, dan pelecehan secara daring, akan tetapi berbagai bentuk lainnya juga sudah sering terjadi.

Termasuk, sambung Ansari, penyebaran konten pribadi tanpa izin, manipulasi anak di ruang digital untuk tujuan seksual dan pencurian data pribadi untuk memperdaya dengan tujuan jahat.

“Kondisi ini jelas semakin memperparah kerentanan terhadap perempuan dan anak di dunia maya. Bukan tidak mungkin mahasiswi di berbagai kampus di Indonesia khususnya di Madura, lebih khusus di Universitas Trunojoyo Madura juga menjadi korban,” kata Ansari.

Dampak dari praktik perundungan ini beragam, seperti mengalami trauma psikologis, kehilangan kepercayaan, hingga gangguan tumbuh kembang pada anak.

“Tidak jarang pula kekerasan digital menimbulkan keretakan sosial dan keluarga,” ujarnya.

Karena itu, sambung legislator perempuan asal Kabupaten Pamekasan itu, upaya agar ruang ruang digital menjadi ruang yang aman dan berkeadilan khsuusnya bagi perempuan dan anak perlu dilakukan secara sistematis, dan terstruktur dan mendapatkan dukungan semua elemen masyarakat.

“Komisi VIII DPR RI dan lembaga mitra seperti Kementerian Perempuan dan Anak telah berkomitmen untuk terus mengawasi pelaksanaan undang-undang perlindungan ruang digital, memperjuangkan kebijakan yang berpihak kepada korban, serta memastikan platform digital memiliki tanggung jawab dan tanggap terhadap laporan kekerasan siber,” katanya.

Ansari yang juga alumni Pondok Pesantren Al-Amien, Prenduan, Sumenep ini juga mengatakan, sanksi maksimal terhadap oknum pelaku perundungan dan kejahatan dunia siber harus harus ditegakkan dengan mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Di antaranya Undang-Undang tentang Internet dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Saya yakin dengan adanya dukungan maksimal dari perguruan tinggi, organisasi keagamaan dan komitmen dari penegak hukum, kasus kekerasan digital yang sudah menjadi ancaman serius ini bisa ditekan,” katanya.

Selain dari kalangan mahasiswa, perwakilan organisasi perempuan, pemkab dan aparat penegak hukum, talk show bertajuk “Generasi Sadar Gender: Saatnya Bergerak, Saatnya Berbicara” itu juga dihadiri perwakilan aktivis kaum perempuan.

Menurut Rektor UTM Bangkalan Dr Syafi, talk show tentang Generasi Sadar Gender itu sengaja digelar dengan menghadirkan langsung tokoh perempuan Madura sebagai upaya untuk menggugah kesadaran semua pihak tentang peran dan tanggung jawab, bahwa kasus kekerasan siber menjadi tanggungjawab semua pihak.

“Karena itu, kegiatan ini juga dalam rangka membangun kesadaran kolektif dalam berupaya memerangi berbagai bentuk kejahatan siber, seperti perundungan,” kata Syafi.

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.