Jakarta, Beritasatu.com – Pengerahan massa siswa atau pelajar sekolah untuk menyambut setiap kunjungan presiden ke daerah sudah lazim terjadi di Indonesia. Tradisi yang dilestarikan oleh pemerintah sejak Orde Baru ini baru ini sepertinya bakal berakhir. Presiden Prabowo Subianto menyurati kepala daerah untuk menghentikan kebiasaan itu.
Setiap ada kunjungan presiden ke daerah, biasanya para siswa tingkat SD hingga SMA dimobilisasi oleh pemda bekerja sama dengan aparat TNI/Polri akan berjejer di pinggir jalan di bawah terik matahari, memegang bendera merah putih, dan melambaikan tangan saat rombongan presiden melintas.
Pemandangan tersebut masih terjadi sampai hari ini dan tidak ada siswa yang berani menolak karena akan berhadapan dengan aparat. Tujuannya tentu saja pemda dan aparat setempat ingin membuat suasana penyambutan yang meriah dan menampilkan masyarakat setempat seolah menerima kunjungan presiden dengan baik.
Saat Presiden Prabowo berkunjung ke Kota Solo, Jawa Tengah untuk meresmikan Rumah Sakit Kardiologi Emirates Indonesia (RS KEI), Rabu (19/11/2025), para siswa SD berjejer di pinggir Jalan Ki Hajar Dewantara menyambut kedatangannya.
Begitu rombongan presiden melintas, para siswa langsung kompak melambai-lambaikan bendera merah putih dan meneriakkan nama “Pak Prabowo”.
Presiden Prabowo Subianto menyapa anak-anak SD yang menyambutnya dari atas mobil Maung RI 1 saat melintas menuju RS KEI di Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu, 19 November 2025. – (Beritasatu.com/Wijayanti Putri)
Riuh sambutan para pelajar membuat Prabowo yang berada dalam mobil Maung berpelat RI 1 senang dan melambaikan tangan ke arah siswa dari balik jendela mobil. Tak hanya itu, Prabowo lalu membuka sunroof di atap mobil dan mengeluarkan sebagian tubuhnya untuk menyapa para siswa sambil melambaikan tangan.
Para siswa tentu saja senang melihat langsung presiden secara dekat. Seperti diungkap Muhammad, seorang siswa SDN Tugu Kota Solo. “Senang bisa lihat Pak Presiden Prabowo langsung, keren banget,” katanya.
Dari Solo, Prabowo lanjut ke Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta untuk meresmikan Jembatan Kabanaran yang mengubungkan Bantul dan Kulon Progo. Kedatangan Prabowo juga mendapat sambutan meriah.
Dalam pidato sambutannya, Prabowo mengaku terkesan dengan sambutan hangat para pelajar kepada dirinya saat berkunjung ke daerah, tetapi dia menginginkan agar para pelajar lebih baik bersekolah saja, tidak perlu sibuk dalam urusan seremonial penyambutan pejabat.
Prabowo lantas meminta Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya untuk mengirimkan surat kepada seluruh kepala daerah agar tidak perlu lagi mengerahkan para pelajar untuk penyambutan dirinya.
“Kalau seandainya saya kunjungan kerja mohon anak-anak sekolah tidak perlu menyambut saya di pinggir jalan, biarlah mereka di sekolah masing-masing,” ujar Prabowo.
Prabowo memahami kalau banyak anak-anak ingin melihatnya secara langsung, tetapi dia tak mempermasalahkannya apabila mereka tidak menunggu sampai terlalu lama di bawah terik matahari.
“Saya senang setiap kali lihat wajah wajah rakyat, wajah anak-anak itu. Saya juga tambah semangat, saya tambah muda karena energi dari mereka,” ujarnya.
Pelajar menyambut pemimpin negara, tamu peserta Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika di depan Jakarta Convention Center, 22 April 2015. – (Suara Pembaruan/Joanito De Saojoao)
Prabowo menyarankan para siswa apabila ingin melihat dirinya cukup melalui televisi saja, tidak perlu harus capek-capek berdiri menunggu di bawah terik matahari di pinggir jalan.
“Saya kasihan mereka menunggu lama di bawah panas terik matahari. Saya khawatir mengurangi waktu jam sekolah mereka,” sambung Prabowo.
Prabowo menginstruksikan kepada kepala daerah untuk tidak lagi memobilisasi siswa dalam menyambut kunjungan presiden di daerah.
“Saya mohon para bupati selanjutnya bupati di seluruh Indonesia, wali kota, kalau saya datang tidak perlu anak-anak sekolah untuk dikerahkan,” tukasnya.
Pengerahan anak sekolah untuk menyambut kunjungan presiden di daerah selama ini sering menimbulkan kontroversi karena dinilai tak ada urgensinya dengan dunia pendidikan, kecuali hanya sebatas pencitraan pejabat elite saja.
Pengamat politik sekaligus filsuf Rocky Gerung mengkritik keras tradisi memobilisasi anak-anak sekolah untuk menyambut setiap kunjungan presiden dan para pejabat elite di daerah.
Menurutnya, kebiasaan ini sebagai cerminan praktik feodalistik yang tidak sejalan dengan pendidikan modern. Dia menuding langkah itu sebagai pelanggaran atas hak anak untuk belajar dan bermain.
“Anak-anak seharusnya tidak dijadikan alat untuk pencitraan politik. Mereka memiliki hak untuk bersekolah dan mendapatkan gizi yang baik, bukan dilibatkan dalam aktivitas seremonial yang tidak mendidik,” ujarnya dikutip dari video di kanal YouTubenya.
Tradisi orde baru
Praktik pengerahan pelajar untuk menyambut kunjungan presiden di daerah telah berlangsung lama di Indonesia, meskipun tidak ada tanggal pasti kapan dimulainya. Tidak ada aturan tertulis mengenai hal ini, tetapi praktiknya sudah mengakar dalam pemerintahan.
Setiap presiden berkunjung ke daerah, pemda akan sibuk mempersiapkan penyambutan meriah dengan melibatkan berbagai kalangan, bahkan mobilisasi siswa. Para pelajar sering diminta berpakaian rapi, memegang bendera merah putih, berjejer di pinggir jalan untuk menyambut rombongan presiden.
Aparat bahkan tak segan menutup jalan yang akan dilalui rombongan presiden, tanpa peduli kalau rakyat yang sudah membayar pajak untuk membiaya pembangunan jalan itu berhak untuk menggunakannya kapan saja.
