Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) menilai kelemahan investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas) nasional sebagai ironi.
Pasalnya, Indonesia memiliki potensi sumber daya (resources) migas terbesar di Asia Tenggara. Namun, investasi di sektor yang berisiko tinggi ini dinilai masih lesu, terutama pada kegiatan eksplorasi.
Ketua Komite Investasi Aspermigas Moshe Rizal menyoroti bahwa masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah persaingan investasi yang semakin ketat di tingkat global. Kondisi ini diperburuk oleh pergeseran minat investor migas yang kini mulai bertransisi dan beralih ke sektor-sektor baru.
Menurutnya, salah satu tren baru yang kini menjadi pesaing serius adalah investasi di pusat data. Bahkan, berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA), investasi data center sudah melampaui investasi di sektor migas.
Dia juga menyebut, sektor migas juga sebelumnya sudah dilewati oleh investasi energi terbarukan (renewable).
“Investor di sektor migas itu semakin lama semakin beralih karena mereka bertransisi juga kan ke sektor-sektor yang baru,” ucap Moshe kepada Bisnis, Selasa (18/11/2025).
Dia menuturkan, saat ini banyak negara lain juga gencar menawarkan insentif dan kemudahan investasi. Hal ini membuat persaingan semakin ketat.
Oleh karena itu, jika Indonesia tidak dapat bergerak dengan kecepatan yang sama, sulit untuk menarik modal investasi hulu migas.
Menurut Moshe, pemerintah perlu lebih cermat dalam menilai kondisi ini. Pemerintah juga perlu fokus pada indikator kunci yang menunjukkan minat investasi baru.
Dia menuturkan, dalam melihat iklim investasi yang sehat di sektor migas, investor selalu memperhatikan dua hal utama. Kedua faktor itu yakni investasi baru dan alokasi dana untuk sektor yang paling berisiko, yaitu eksplorasi.
Faktanya, tren investasi di Indonesia menunjukkan bahwa investasi eksplorasi menurun dan bidding round (lelang wilayah kerja) di Indonesia juga dinilai tidak moncer jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Hal ini kontras dengan potensi resources migas Indonesia yang paling besar di kawasan Asia Tenggara.
Sejatinya, cadangan migas di Indonesia memang terbilang besar. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat cadangan minyak bumi dan kondensat Indonesia mencapai 4,42 miliar barel pada 2025. Sementara itu, cadangan untuk gas mencapai 55,85 triliun kaki kubik (TCF).
Di samping itu, dari total 128 cekungan atau basin yang dimiliki Indonesia, 65 di antaranya belum tereksplorasi.
Perinciannya, 128 cekungan tersebut terdiri atas 20 cekungan yang sudah berproduksi. Lalu, 27 cekungan discovery, 5 cekungan terbukti dengan sistem petroleum, dan 3 cekungan indikasi hidrokarbon.
Kemudian, sebanyak 8 cekungan dengan data geologi dan geofisika serta 65 cekungan belum tereksplorasi. Data tersebut tidak berubah dalam 1 dekade terakhir.
