Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan sejumlah ketentuan pasal 16A Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai batas waktu pemberian, perpanjangan dan pembaruan hak.
UU IKN peninggalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas mengenai batas waktu penggunaan Hak Atas Tanah (HAT) dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN). Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (13/11/2025), MK menyatakan sejumlah ketentuan Pasal 16A UU IKN bertentangan dengan UUD 1945.
Diketahui undang-Undang No.3/2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) merupakan regulasi peninggalan Presiden Joko Widodo menjelang lengser. Tujuan utama pemberian izin adalah untuk menarik investasi sebesar-besarnya ke proyek Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur.
Skema konsesi berupa Hak Guna Usaha (HGU), hak pakai, dan Hak Guna Bangunan (HGB) diberikan maksimal dua siklus, masing-masing 95 tahun, sehingga total bisa mencapai 190 tahun jika lolos evaluasi di setiap periodenya.
Saat kebijakan ini muncul tahun lalu, sejumlah toko memberikan kritikan karena dinilai merugikan Indonesia.
Media Malaysia, Daily Express, menulis bahwa media tersebut sepakat dengan Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika yang menyatakan jika aturan tersebut sarat dengan pelanggaran.
Dewi Kartika mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023 yang baru saja disahkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Pokok Agraria dan putusan Mahkamah Konstitusi.
Yang dinilai Dewi berbahaya adalah aspek pencabutan hak sama sekali tidak diatur dalam PP 12. Ia menegaskan, dengan besarnya masa konsesi yang hampir dua abad, sanksi harus dinyatakan secara jelas dan tegas.
Sementara itu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) periode Oktober 2014 – Agustus 2015, Andrinof Chaniago menilai keputusan pemerintah memberi HAT 190 tahun sebagai langkah yang keliru. Menurutnya, siasat pemerintah untuk mendatangkan investor ke IKN lewat pemberian HGU, Hak Guna Bangunan (HGB) hingga Hak Pakai dengan jangka waktu sangat panjang itu dinilai kebablasan.
“Tidak perlu [pemberian HGU sampai 190 tahun], tidak perlu. Itu kebablasan,” kata Andrinof.
Pasalnya, Andrinof menilai bahwa para investor akan datang dengan sendirinya seiring dengan makin matangnya pembangunan IKN. Atas dasar hal itu, yang seharusnya menjadi fokus pemerintah adalah bagaimana menyelesaikan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) terlebih dahulu.
Pada saat yang sama, Andrinof juga menilai bahwa titah Jokowi yang menghendaki investasi mengalir deras ke IKN pada saat ini diprediksi sulit untuk terealisasi.
“Kecuali, investasi berupa rumah sakit itu relevan, sekolah relevan, supermarket relevan, taman rekreasi untuk ASN relevan. Tapi mencari investor yang mau menaruh dana Rp50 triliun itu tidak logis, mohon maaf saja tidak logis,” tegasnya.
Dihapus MK
Dalam perkembangan terbaru, Majelis hakim memberikan tafsir baru atas pengaturan jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP). Tafsir ini menegaskan bahwa mekanisme penggunaan HAT harus mengikuti tahapan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan, bukan diberikan sekaligus dalam dua siklus sebagaimana frasa yang tercantum dalam UU IKN.
Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan amar Putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024 menyampaikan ketentuan yang dinilai bertentangan dengan konstitusi. Ia membacakan amar putusan: “Menyatakan Pasal 16A ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara […] bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Dalam hal HAT yang diperjanjikan […] dalam bentuk hak guna usaha, diberikan hak, paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun; perpanjangan hak, paling lama 25 (dua puluh lima) tahun; dan pembaruan hak, paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi,” kata Suhartoyo dikutip dari laman MK, Jumat (14/11/2025).
Istana Presiden di IKN
Suhartoyo juga membacakan dua amar serupa untuk HGB dan HP, masing-masing dengan jangka waktu maksimal 30 tahun untuk pemberian, 20 tahun untuk perpanjangan, dan 30 tahun untuk pembaruan. Ia kemudian menegaskan: “Menyatakan Penjelasan Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UndangUndang Nomor 3 Tahun 2022 […] bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.” Permohonan ini diajukan oleh Stephanus Febyan Babaro dari suku Dayak, yang mempersoalkan potensi penyalahartian pengaturan HAT di wilayah IKN.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut. Menurut dia, ketentuan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 menimbulkan ambiguitas karena menyebutkan HGU diberikan melalui satu siklus dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, yang jika dijumlahkan mencapai 190 tahun.
“Sehingga hal demikian menimbulkan norma yang ambigu yang berpeluang disalahartikan,” ujarnya.
Ketentuan tersebut dinilai serupa dengan pengaturan yang sebelumnya dibatalkan dalam Putusan MK Nomor 21-22/PUU-V/2007.
Enny menekankan bahwa norma dua siklus melemahkan posisi negara dalam penguasaan tanah sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Padahal, perubahan UU IKN dimaksudkan untuk menciptakan jangka waktu HAT yang kompetitif guna menarik investasi. Ia menyebut pengaturan khusus yang berlaku hanya di IKN juga berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap daerah lain dalam hal penanaman modal.
Enny menegaskan MK tetap mengakui mekanisme tiga tahapan yakni pemberian, perpanjangan, dan pembaruan yang selama ini menjadi praktik pertanahan nasional dan telah ditegaskan dalam putusan MK sebelumnya. Ia menyatakan bahwa pemberian HAT sekaligus dalam dua siklus tidak sesuai dengan prinsip evaluasi berkala yang wajib dilakukan negara. Karena itu, frasa tentang “siklus pertama” dan “siklus kedua” harus dibatalkan. “Artinya, batasan waktu paling lama 95 tahun dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi persyaratan selama memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi,” ujarnya.
Dengan pemaknaan baru tersebut, Penjelasan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 dinyatakan tidak lagi diperlukan dan otomatis tidak berlaku. Dalam konteks penanaman modal, Enny menilai bahwa rujukan yang tepat adalah UU 25/2007 tentang Penanaman Modal yang telah dimaknai MK. Ketentuan ini menggarisbawahi bahwa perpanjangan atau pembaruan hak harus melalui evaluasi atas penggunaan tanah.
Dia menambahkan bahwa peraturan yang memberikan kemudahan investasi harus tetap sejalan dengan konstitusi dan tidak melemahkan posisi negara.
“Substansi Penjelasan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 dan praktik yang diterapkan dalam pemberian HGU telah mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007,” kata Enny.
