Selain Sawit Cs, Cek Deretan Produk RI yang Dinego Dikecualikan dari Tarif 19%

Selain Sawit Cs, Cek Deretan Produk RI yang Dinego Dikecualikan dari Tarif 19%

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia tengah melobi Amerika Serikat (AS) agar memperluas pengecualian deretan produk lain buatan Indonesia dari tarif atau bea masuk impor 19%. 

Untuk diketahui, pemerintah melalui tim di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tengah memfinalisasi perundingan dan penyusunan dokumen hukum atau legal drafting penerapan tarif impor sebesar 19%. 

Ada beberapa produk asli Indonesia seperti kakao hingga sawit yang berpeluang besar dikecualikan dari tarif 19% atau hanya dikenakan 0%. Hal itu sejalan keputusan AS untuk mengecualikan tarif resiprokal itu kepada produk atau barang yang tidak diproduksi sendiri di negara tersebut.  

Namun demikian, simultan dengan upaya perundingan yang terus berlanjut, pemerintah ingin pengecualian dari tarif 19% itu diperluas. Produk yang disasar untuk mendapatkan pengecualian (exemption) adalah tekstil dan alas kaki yang merupakan salah satu produk utama ekspor Indonesia ke AS. 

“Beberapa produk kita yang memang dibutuhkan mereka dan tidak mungkin disediakan mereka dalam waktu dekat, kami tetap akan upayakan untuk bisa dikerjasamakan dengan tarif yang lebih rendah. Contohnya, pakaian jadi, sepatu, karena selama ini yang dibangun di sana lebih kepada industri, lebih di atasnya,” terang Deputi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi kepada wartawan di sela-sela media briefing di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (14/11/2025).

Menurut Edi, yang memimpin proses intersesi dengan AS bahkan selama shutdown berlangsung, pemerintah Indonesia mengupayakan agar tarif tekstil dan alas kaki bisa dikenai tarif di bawah 19%. Hal itu kendati dua produk itu juga diproduksi di AS. 

“Harus [di bawah 19%], karena kita juga sudah banyak memberikan manfaat untuk mereka,” tuturnya. 

Saat ini, terang Edi, proses perundingan dan legal drafting terus berlanjut kendati lebih dari sebulan penutupan pemerintah AS berlangsung alias shutdown. Indonesia mendorong agar penerapan tarif resiprokal ini tetap dibangun atas keuntungan bersama. 

Menurutnya, pemerintah menargetkan agar perundingan bisa diselesaikan bulan ini. Namun, pemerintah akan tetap mengutamakan agar perundingan bisa dilakukan secara fair dengan negara terbesar kedua tujuan ekspor RI itu. 

“Kalau bisa mungkin sampai dengan bulan ini bisa selesai, kami dorong selesai bulan ini. Semua tergantung pada fleksibilitas dari Amerika Serikat untuk bisa memahami ini, karena yang paling penting Indonesia itu bukan penyebab dari defisitnya Amerika, bukan. Indonesia berdagang dengan Amerika dilakukan dengan cara yang fair juga,” tuturnya. 

Untuk diketahui, Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif impor terhadap sebagian besar barang atau produk dari mitra dagangnya. Khususnya, negara-negara yang dinilai menyebabkan neraca dagang AS dengan negara-negara tersebut defisit. 

Pada sekitar Juli 2025, Presiden Prabowo Subianto melalui sambungan telepon dengan Presiden Trump telah menyepakati tarif 19%. Besaran bea masuk impor itu lebih rendah dari yang dikenakan sebelumnya yaitu 32%.