Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Jaringan Nasional Anti Perdagangan Orang, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengungkapkan masih minimnya pemberdayaan perempuan dan maraknya tindak pidana perdagangan orang. Sara mengatakan hal ini dipengaruhi berbagai faktor seperti sosial dan ekonomi.
Pernyataan itu dia sampaikan saat menjadi panelis di acara “Women in Sustainable Development (SDGs) Action Award 2025” yang diselenggarakan Bisnis Indonesia Group, Selasa (11/11/2025).
“Pemberdayaan perempuan terutama, itu kita gak bicara cuma dari segi sosial. Tapi justru dari segi ekonomi,” ujarnya.
Menurutnya, banyak perempuan yang mampu untuk berkembang di berbagai sektor, khususnya pendidikan dan pekerjaan. Namun terhambat yang salah satu faktornya adalah pola asuh atau parenting dari orang tua mereka.
Dia menceritakan bahwa perempuan dihadapkan dengan tuntutan pernikahan. Alhasil, katanya, perempuan menjadi terhambat untuk berkembang dan memengaruhi posisi mereka di dalam struktur sosial.
Rahayu pun mencontohkan ketika perempuan ingin mengambil jenjang pendidikan S2 atau S3, kerap mendapat pertentangan dari orang tua karena memengaruhi usia untuk menikah.
Dia menilai ada tiga faktor yang menghambat pemberdayaan perempuan, yakni sistem patriarki, budaya, dan ekonomi.
“Bagaimana secara ekonomi perempuan bisa berdaya. Terus secara budayanya. Itu tidak mendukung untuk perempuannya bisa mandiri,” tegasnya.
Selain pemberdayaan perempuan, Sara, sapaan akrabnya, turut menyoroti masih maraknya tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dia menilai kegiatan kriminal itu dipengaruhi oleh faktor ekonomi, di mana banyak orang yang kesulitan ekonomi sehingga terpaksa melakukan hal tersebut.
“Kenapa kok ada banyak sekali di Indonesia itu rentan berhadapan [dengan tindak pidana] perdagangan orang? Karena masalah sosial ekonomi. Mereka mencari pekerjaan. Pekerjaan itu tidak ada di daerah mereka,” tutur Sara.
Dia menegaskan bahwa perempuan harus berkontribusi bagi perubahan. Jika perempuan mendapatkan akses di berbagai sektor maka kesetaraan akan terwujud.
“Jika perempuan diberikan akses kepada kesehatan, pendidikan, kesempatan ekonomi, justru bukan hanya perempuan itu saja yang terangkat, tapi juga seluruh komunitasnya terangkat,” pungkasnya.
