JAKARTA – Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Dr. Ni Made Martini Puteri (Tinduk), menyoroti kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara yang diduga dipicu oleh pengalaman korban menjadi sasaran perundungan (bullying).
Ia menekankan pentingnya sekolah memiliki sistem yang jelas dalam mencegah dan menangani kasus bullying.
“Sekolah harus memiliki mekanisme pelaporan dan penanganan bullying. Siapkan guru dan latih agar memahami isu ini,” ujar Dr. Martini kepada VOI Sabtu 8 November 2025.
Menurutnya, sistem pelaporan harus menjaga kerahasiaan korban maupun pelapor. Sekolah juga perlu membuat standar operasional prosedur (SOP) yang memberikan perlindungan penuh bagi korban.
“Jangan ingkari bahwa peristiwa bullying tidak terjadi. Jangan paksa korban untuk memaafkan, tetapi minta pelaku untuk meminta maaf kepada korban,” tegasnya.
Dr. Martini juga mengingatkan pentingnya membangun budaya sekolah yang aktif mencegah bullying. Ia mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi dengan tidak mendiamkan jika melihat tindakan perundungan terjadi.
“Ambil sikap dan tunjukkan kepada pelaku bahwa kita tidak setuju terhadap bullying. Berikan dukungan bagi korban di muka publik,” ujarnya.
Selain itu, sosialisasi kepada orang tua juga dinilai penting agar memahami bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang tidak dapat dibenarkan.
“Ajarkan pelaku untuk bertanggung jawab dan meminta maaf,” ucapnya .
Ia menegaskan, karena bullying merupakan bentuk kekerasan, maka sekolah yang tidak merespons dan mengambil tindakan terhadap kasus tersebut sama saja tidak melindungi korban.
“Karena bullying adalah kekerasan, maka sekolah yang tidak merespon dan mengambil tindakan terhadap terjadinya bullying, berarti tidak melindungi korban dan bahkan melanggar hak anak atas rasa aman,” pungkasnya.
