JAKARTA- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Singgih Januratmoko, mendukung usulan Kementerian Sosial untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. Di tengah polemik usulan tersebut, Singgih menilai, pemberian gelar terhadap Soeharto perlu dikaji secara objektif dan proporsional, dengan melihat capaian dan kontribusinya terhadap bangsa Indonesia.
“Sejarah perjalanan bangsa mencatat dengan tinta emas peran sentral Alm. Soeharto. Dari sisi historis, beliau adalah tokoh yang memimpin proses peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru, yang pada masanya berhasil mengembalikan stabilitas nasional dan pondasi ekonomi bangsa yang sempat porak-poranda,” ujar Singgih kepada wartawan, Sabtu, 8 November.
“Kita tidak boleh melupakan jasa beliau dalam menancapkan tonggak pembangunan nasional melalui berbagai program yang terstruktur,” sambungnya.
Singgih juga menekankan pentingnya melihat jasa dan kontribusi Soeharto secara komprehensif. Dalam masa kepemimpinannya selama lebih dari tiga dekade, Soeharto dianggap meletakkan dasar-dasar stabilisasi politik, swasembada pangan, dan pembangunan ekonomi nasional melalui program Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
Legislator Golkar itu mengingatkan, pada tahun 1984, Indonesia diakui oleh FAO (Food and Agriculture Organization) sebagai negara yang berhasil mencapai swasembada beras, sebuah pencapaian monumental di bidang ketahanan pangan yang memberikan dampak sosial dan ekonomi besar bagi jutaan rakyat.
“Revolusi Hijau dan program Keluarga Berencana (KB) adalah dua dari banyak kebijakan strategis yang tidak hanya memajukan sektor pertanian tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Ini adalah data dan fakta yang tidak terbantahkan,” jelas Singgih.
Dari perspektif keagamaan, Singgih menegaskan peran Soeharto dalam menciptakan ruang yang harmonis bagi kehidupan beragama. Di era pemerintahannya, kata dia, dukungan dari berbagai ormas, seperti Muhammadiyah dan NU merupakan cerminan dari penilaian kolektif akan jasa-jasa besar Soeharto.
“Dukungan yang luas ini menunjukkan bahwa banyak elemen bangsa melihat kontribusi positif Alm. Soeharto. Tentu, setiap periode kepemimpinan memiliki dinamika dan catatannya masing-masing. Namun, dalam menilai gelar Pahlawan Nasional, kita harus berani melihat jasa dan sumbangsih terbesarnya bagi tanah air, yang telah meletakkan dasar-dasar penting bagi Indonesia modern,” ungkap anggota komisi yang membidangi keagamaan itu.
Singgih menyadari bahwa setiap tokoh besar pasti memiliki dua sisi mata uang yang menuai pro dan kontra. Tetapi, menurutnya, penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto harus dipandang sebagai penghargaan atas jasa-jasa besarnya tanpa meniadakan kritik terhadap kekurangannya.
“Sejarah harus dilihat secara utuh, jujur, dan berimbang. Gelar Pahlawan Nasional adalah bentuk apresiasi tertinggi negara atas kontribusi luar biasa yang melebihi panggilan tugas,” katanya.
“Dalam tradisi Islam, kita diajarkan untuk menjaga yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik (Al-muhafazhah ‘ala al-qadim ash-shalih wal akhdzu bil jadid al-ashlah). Jasa Pak Harto dalam perjuangan kemerdekaan, stabilisasi, dan pembangunan fondasi ekonomi nasional adalah warisan yang tidak dapat diabaikan,” sambungnya.
Menurut Singgih, penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional adalah langkah tepat untuk rekonsiliasi sejarah dan penguatan nilai kebangsaan, serta memberikan apresiasi yang proporsional atas pengabdiannya demi kemajuan dan keutuhan NKRI.
“Kami berharap proses pengkajian oleh pemerintah dan DPR dapat berjalan dengan seksama, mengedepankan kelengkapan data historis, serta mendengarkan berbagai perspektif untuk mencapai keputusan yang arif dan bijaksana bagi keutuhan bangsa,” pungkasnya.
