Aktivis Lingkungan Demo, Ungkap Fakta Sungai Brantas Tercemar Mikroplastik

Aktivis Lingkungan Demo, Ungkap Fakta Sungai Brantas Tercemar Mikroplastik

Malang (beritajatim.com) – Kondisi Sungai Brantas yang kian memprihatinkan akibat tumpukan sampah plastik memicu protes keras dari para aktivis lingkungan. Sebanyak enam pegiat dari Komunitas Brantas Mbois dan Ecoton menggelar aksi demonstrasi di depan Balai Kota Malang, Kamis (6/11/2025).

Mereka menuntut keseriusan pemerintah dan kesadaran warga untuk berhenti menjadikan sungai sebagai tempat sampah.

“Kali Brantas sumber kehidupan, bukan tempat sampah! Jangan buang sampah plastik ke Kali Brantas!” seru Dialan Sono, koordinator aksi, sambil membentangkan poster “Menuntut Hak-Hak Sungai Brantas”.

Aksi ini didasari oleh temuan fakta yang mengkhawatirkan di lapangan, terutama setelah hujan mengguyur Kota Malang selama seminggu terakhir. Dialan menjelaskan, musim hujan telah mengungkap fakta pahit mengenai pengelolaan sampah di Malang Raya.

Berikut adalah lima temuan utama mereka:

1. Sampah plastik yang berasal dari kali Amprong dan kali Metro menghanyutkan sampah dan terakumulasi di Kali Brantas

2. ⁠Kali Brantas kawasan Muharto Kecamatan Kedungkandang menjadi tempat sampah warga dan air hujan menggelontor sampah ke Hilir berkumpul Sengguruh

3. Tidak adanya layanan sampah bagi Warga dan minimnya kesadaran membuat sungai dijadikan tempat sampah

4. Sungai Brantas dan sumber- sumber air Malang Raya telah tercemar Mikroplastik

5. Tidak ada koordinasi Pemerintah sehingga membiarkan sungai diJadikan tempat sampah

Alaika Rahmatullah, Koordinator Kampanye Ecoton, menambahkan bahwa urgensi penyelamatan Brantas sangat tinggi karena fungsinya sebagai sumber kehidupan.

“Sungai Brantas ini menjadi bahan baku PDAM bagi beberapa kota dan kabupaten di Jawa Timur. Malang Raya adalah benteng pertahanan yang penting karena berada di kawasan hulu,” ungkap Alaika.

Ia menegaskan, kualitas air Brantas seharusnya memenuhi baku mutu kelas dua. “Menurut PP 22 tahun 2021, Sungai Brantas harus nihil sampah,” tegasnya.

Ecoton mendorong inisiatif kolaboratif antara Pemkot Malang, Pemkab Malang, Pemprov Jatim, Kementerian PU, dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk serius mengelola dan menjaga sungai dari pencemaran.

Aktivis juga menyoroti aspek hukum yang mengikat pemerintah. Alaika mengingatkan publik mengenai Putusan Mahkamah Agung (MA) pada Agustus 2025.

Putusan tersebut menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Gubernur Jatim dan Menteri PU, sekaligus menguatkan putusan PN Surabaya tahun 2019 atas gugatan Ecoton terkait insiden ikan mati massal di Brantas.

“Dengan putusan MA ini, Gubernur, Menteri LH, dan Menteri PU terbukti melawan hukum karena abai dalam pengendalian pencemaran Kali Brantas,” jelas Alaika.

Konsekuensi dari putusan itu, lanjutnya, adalah kewajiban pemerintah untuk melakukan pemulihan pencemaran, penegakan hukum, memasang CCTV di outlet pembuangan pabrik, dan “meminta maaf kepada warga Jatim karena lalai membiarkan pencemaran,” tegas Alaika menutup. (dan/but)