Sejak Pandemi COVID-19 Banyak Negara Tidak Siap Hadapi Pandemi Lagi

Sejak Pandemi COVID-19 Banyak Negara Tidak Siap Hadapi Pandemi Lagi

JAKARTA – Para ekonom terkemuka, pakar kesehatan dan PBB mengungkapkan ketimpangan yang tinggi membuat dunia rentan terhadap pandemi dan menciptakan “lingkaran setan” yang membahayakan kesehatan masyarakat dan perekonomian global.

Temuan ini didasarkan pada penelitian selama dua tahun oleh Dewan Global tentang Ketimpangan, AIDS, dan Pandemi yang dibentuk oleh UNAIDS dan diterbitkan dalam sebuah laporan yang dirilis menjelang pertemuan para pemimpin G20 di Afrika Selatan bulan ini.

“Tingkat ketimpangan yang tinggi, di dalam dan antarnegara, membuat dunia lebih rentan terhadap pandemi, membuat pandemi lebih mengganggu perekonomian dan mematikan, serta membuatnya berlangsung lebih lama,” demikian menurut laporan yang diterbitkan Senin waktu setempat tersebut, dikutip dari AFP.

“Pandemi pada gilirannya meningkatkan ketimpangan, mendorong hubungan yang siklus dan saling memperkuat,” sambung laporan tersebut.

Dewan yang menyusun laporan tersebut dipimpin oleh para ahli, termasuk ekonom peraih Nobel Joseph Stiglitz, mantan Ibu Negara Namibia Monica Geingos, dan ahli epidemiologi ternama Sir Michael Marmot.

“Siklus ketimpangan-pandemi” ini dapat dilihat dalam krisis kesehatan masyarakat global baru-baru ini seperti COVID-19, AIDS, Ebola, influenza, dan mpox,” kata mereka dalam sebuah pernyataan terpisah.

“Kegagalan untuk mengatasi ketimpangan utama dan determinan sosial sejak COVID-19 telah membuat dunia sangat rentan terhadap, dan tidak siap menghadapi, pandemi berikutnya,” katanya.

Pandemi COVID-19 khususnya “mendorong 165 juta orang ke dalam kemiskinan sementara orang-orang terkaya di dunia meningkatkan kekayaan mereka lebih dari seperempatnya,” kata mereka.

Ketimpangan “adalah pilihan politik, dan pilihan berbahaya yang mengancam kesehatan semua orang,” tambah Geingos.

Laporan tersebut menyerukan para pemimpin dunia untuk meningkatkan kesiapsiagaan pandemi dengan berinvestasi dalam “mekanisme perlindungan sosial” di negara mereka sambil juga mengatasi ketimpangan global, termasuk melalui restrukturisasi utang untuk negara-negara berkembang.

“Pandemi bukan hanya krisis kesehatan; melainkan krisis ekonomi yang dapat memperdalam ketimpangan jika para pemimpin membuat pilihan kebijakan yang salah,” kata Stiglitz.

“Ketika upaya menstabilkan ekonomi yang terdampak pandemi dibayar melalui bunga utang yang tinggi dan langkah-langkah penghematan, sistem kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial justru terkuras,” ujarnya.

Hal ini membuat masyarakat kurang tangguh dan lebih rentan terhadap wabah penyakit.

“Memutus siklus ini membutuhkan penyediaan ruang fiskal bagi semua negara untuk berinvestasi dalam jaminan kesehatan,” kata Stiglitz.

Laporan tersebut juga mendesak akses yang lebih setara terhadap perawatan dan teknologi kesehatan antara negara-negara kaya dan miskin, menyerukan peningkatan pendanaan untuk produksi lokal dan regional, serta penghapusan segera hak kekayaan intelektual setelah pandemi dinyatakan.

Stiglitz dijadwalkan untuk menyampaikan laporan tentang ketimpangan dan kemiskinan global kepada para pemimpin dunia menjelang KTT G20 pada 22 dan 23 November.

G20 terdiri dari 19 negara ekonomi terkemuka serta Uni Eropa dan Uni Afrika.