Maxim Respons Wacana Perubahan Status Mitra Jadi Pekerja, Bisa Picu Efek Domino

Maxim Respons Wacana Perubahan Status Mitra Jadi Pekerja, Bisa Picu Efek Domino

Bisnis.com, JAKARTA— Maxim Indonesia merespons rencana pengubahan status hukum pengemudi transportasi daring dari mitra menjadi pekerja.

Government Relation Specialist Maxim Indonesia Muhammad Rafi Assagaf mengatakan rencana tersebut berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap keberlangsungan ekosistem transportasi daring di Indonesia. Oleh karena itu, dia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan secara komprehensif berbagai efek domino yang mungkin timbul dari kebijakan tersebut.

“Baik terhadap kesejahteraan pengemudi maupun keberlanjutan industri secara keseluruhan,” kata Rafi dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (2/11/2025).

Rafi menilai skema kemitraan yang berlaku saat ini masih sangat relevan dengan karakteristik ekonomi digital yang menekankan fleksibilitas dan kemandirian. Selain itu, lanjut dia, penguatan serta pengklasifikasian mitra pengemudi dalam ekosistem Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat menjadi alternatif yang lebih inklusif.

Menurutnya, melalui pendekatan ini para mitra tetap memiliki ruang untuk mengatur waktu dan pendapatan secara mandiri, sekaligus memperoleh akses terhadap perlindungan sosial, insentif, subsidi, serta berbagai program pengembangan kapasitas.

Meski demikian, Maxim menilai penting adanya kejelasan posisi serta koordinasi lintas kementerian dan lembaga dalam proses perumusan kebijakan.

“Regulasi yang ideal hendaknya mampu menciptakan keseimbangan antara perlindungan sosial bagi mitra, keberlanjutan usaha bagi platform, dan dorongan terhadap inovasi teknologi di sektor transportasi daring,” kata Rafi.

Dari sisi ekonomi, Rafi menilai skema ketenagakerjaan justru berpotensi meningkatkan angka pengangguran. Dengan beban biaya yang lebih besar, menurutnya, aplikator akan cenderung melakukan seleksi ketat dan hanya mempertahankan pengemudi yang sangat aktif.

“Akibatnya, pemutusan kerja sama dalam jumlah besar bisa terjadi, sementara proses perekrutan menjadi lebih birokratis dan terbatas,” ungkapnya.

Lebih jauh, Maxim menilai kondisi ini dapat berdampak pada berkurangnya kesempatan masyarakat luas untuk memperoleh penghasilan harian, yang selama ini menjadi keunggulan utama sektor transportasi daring.

Secara bisnis, perubahan status mitra menjadi pekerja juga akan meningkatkan biaya operasional perusahaan secara signifikan. Rafi mengatakan kenaikan tersebut berpotensi memicu peningkatan harga layanan yang tidak sebanding dengan daya beli masyarakat.

Pada akhirnya, lanjutnya, turunnya permintaan dari pengguna justru dapat mengurangi pendapatan pengemudi, sehingga tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan mitra tidak tercapai.

“Maxim Indonesia berharap agar proses penyusunan kebijakan terkait transportasi daring dapat dilakukan secara inklusif dan berbasis pada dialog yang konstruktif antara pemerintah, aplikator, dan perwakilan mitra pengemudi,” kata Rafi.

Terakhir, Rafi menegaskan pihaknya meyakini keberhasilan regulasi di sektor ini bergantung pada kemampuan semua pihak menjaga keseimbangan antara kesejahteraan mitra pengemudi dan keberlanjutan ekosistem platform.

“Oleh karena itu, Maxim berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang adaptif, progresif, dan berpihak pada kesejahteraan bersama tanpa menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia,” tandas Rafi.