Prabowo Bertemu Presiden Korsel, Bahas Kelanjutan Jet Tempur KF-21

Prabowo Bertemu Presiden Korsel, Bahas Kelanjutan Jet Tempur KF-21

Bisnis.com, GYEONGJU — Presiden Prabowo Subianto melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung di sela agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2025, yang berlangsung di Hwabaek International Convention Center, Gyeongju, Sabtu (1/11/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Prabowo menyinggung keberlanjutan kerja sama dalam proyek pesawat tempur KF-21 Boramae, yang menjadi simbol kolaborasi teknologi pertahanan antara kedua negara.

“Kerja sama pertahanan dengan Korea telah berjalan baik, dan kami ingin terus melanjutkan serta membahas tindak lanjut dari proyek KF-21. Negosiasi masih berlangsung, dan tentu hal ini berkaitan dengan aspek ekonomi, harga, serta skema pembiayaan,” ujar Prabowo.

Orang nomor satu di Indonesia itu pun mendorong langkah konkret memperkuat kerja sama di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, investasi, energi baru terbarukan, hingga pertahanan antara Indonesia dan Korea Selatan.

Prabowo menegaskan bahwa Korea Selatan merupakan salah satu mitra strategis utama Indonesia di kawasan Asia Timur, terutama dalam pengembangan industri dan teknologi.

Dia menambahkan pembahasan teknis lanjutan proyek pesawat tempur KF-21 Boramae antara tim dari RI-Korsel akan terus berlanjut secara intensif.

“Jadi, saya pikir para menteri kami akan terus berdiskusi dengan tim Anda, dan tim teknis kami juga akan melanjutkan hal ini,” tandas Prabowo.

Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, total investasi dalam proyek pengembangan jet tempur KF-21 Boramae mencapai 8,1 triliun won atau Rp93 triliun (asumsi kurs Rp11,5 per won).

Dalam kontrak kerja sama pembuatan KFX/IFX, pemerintah Korsel menanggung 60% pembiayaan dan sisanya dibagi rata (cost share) antara Indonesia dan Korea Aerospace Industry (KAI) masing-masing 20%.

Dengan demikian, jumlah cost share yang harus dibayar oleh Pemerintah Indonesia berkisar Rp24,8 triliun.

Adapun, Indonesia baru membayar 17% dari kewajibannya dan 83 persen belum dilunasi hingga saat ini. Selama program berlangsung, Korsel terpaksa membayar sebagian besar cost share dari periode 2016—2022.