Bangunan sekolah kian lapuk, termakan usia dan ganasnya hujan menerjang. Tauhid mengungkapkan, dana BOS yang ia dapat hanya cukup untuk mengecat gedung, bukan renovasi keseluruhan. Untungnya, sejumlah orang tua murid masih bersedia memberikan bantuan terhadap sekolah yang kondisinya sudah tak tertolong.
“Kalau sekarang kan ada dibantu dari (dana) BOS itu ya. Sebagian kecil lah. Untuk ngecat paling itu,” ungkap Tauhid.
Atap sekolah yang biasa digunakan murid Tauhid untuk belajar bocor. Di tengah situasi ini, Tauhid bingung. Bagaimana ia mampu mengupayakan pembelajaran yang layak untuk muridnya. Sementara untuk belajar sehari-hari pun mereka harus bertarung dengan air hujan.
“Jadi kalau kantor itu, ya cukup lah. Tapi kalau untuk kelas itu, perlu rehat berat. Ada yang bocor itu,” ucapnya.
Jendela-jendela yang berjajar di sisi gedung pun mulai rapuh. Gedung itu sudah tak layak disebut sekolah, perlu renovasi besar-besaran dan memakan dana yang jumlahnya tidak sedikit.
“Jendela-jendelanya itu, kayunya sudah keropos,” ucap Tauhid.
Kondisi gedung yang begitu memprihatinkan membuat Tauhid dan murid-muridnya harus berpindah tempat. Gedung sekolah itu sudah tak bisa dipergunakan lagi kala musim hujan datang. Kini, ia dan murid-muridnya harus menumpang belajar di masjid.
Untungnya, warga sekitar menerima dengan lapang kehadiran Tauhid dan murid. Meski dengan keterbatasan fasilitas, Tauhid dan muridnya tetap bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar di bawah atap rumah ibadah itu.
“Makanya kalau musim hujan itu, dipindahkan ke masjid, itu kan ada masjidnya,” jelasnya.
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5398358/original/070737900_1761882920-Nurudin.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)