Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) menargetkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (IEU—CEPA) akan mulai berjalan optimal pada semester II/2026 untuk mendongrak kinerja ekspor Indonesia.
Hal itu disampaikan Deputi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2025 di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
“Mudah-mudahan di 2026 atau paling lambat di semester II/2026 ini [IEU—CEPA],” kata Ferry.
Ferry mengatakan perjanjian IEU—CEPA akan membuat beberapa produk Indonesia ke pasar Eropa dikenai tarif 0% alias bebas bea masuk.
Nantinya, Uni Eropa akan menghapus 98,61% pos tarif yang mencakup 100% nilai impor dari Indonesia. Sementara itu, Indonesia menghapus 97,75% pos tarif yang mencakup 98,14% nilai impor dari Uni Eropa.
“Tadi yang IEU-CEPA itu beberapa tarif sudah 0% sehingga kami harapkan beberapa komoditas seperti minyak sawit, alas kaki, tekstil, dan ikan ini menjadi pasar kita,” tuturnya.
Selain itu, Uni Eropa juga telah menyatakan kesiapannya untuk mengakui keberlanjutan minyak sawit Indonesia.
Kemenko Perekonomian menyatakan perjanjian dagang IEU—CEPA bertujuan untuk memperkuat diplomasi ekonomi, memperluas pasar, investasi, dan kemitraan.
Lebih lanjut, pelaksanaan IEU—CEPA juga diperkirakan dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, sama dengan yang telah dirasakan oleh Vietnam dan Singapura.
Jika dilihat menurut lini masa, perjanjian IEU—CEPA memasuki tahap pemeriksaan hukum dan prosedur domestik di kedua pihak pada September 2025–kuartal II/2026.
Kemudian, pada kuartal II atau kuartal III/2026 akan memasuki penandatangan IEU—CEPA dan memasuki tahap ratifikasi pada kuartal II sampai IV/2026.
Ferry menambahkan, pemerintah terus memperluas berbagai perjanjian kerja sama internasional maupun investasi, termasuk melalui diversifikasi pasar ekspor dan mitra dagang.
Adapun, strategi ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional dengan memperluas akses ke pasar nontradisional, seperti Afrika dan Timur Tengah, serta memperkuat kerja sama dalam kerangka Asean, RCEP, BRICS, IEU—CEPA, ICA—CEPA.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendorong agar para pelaku usaha mempersiapkan diri untuk menggenjot ekspor ke pasar Uni Eropa. Hal ini menyusul rampungnya perundingan IEU—CEPA secara substansif pada September 2025.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menyatakan rampungnya perjanjian IEU—CEPA secara substansif memberikan waktu bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan produk dan memenuhi standar pasar Uni Eropa sebelum perjanjian ini diimplementasikan pascaratifikasi.
Sebab, lanjut dia, pasar Eropa menuntut kualitas tinggi, keamanan produk, keberlanjutan lingkungan, serta kemasan dan label yang informatif.
