5 Fakta PLTP Mataloko Berbasis Geotermal dari Target, Progress hingga Dampak Sosial

5 Fakta PLTP Mataloko Berbasis Geotermal dari Target, Progress hingga Dampak Sosial

Bisnis.com, BAJAWA – Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Mataloko, Ngada, Flores, NTT memainkan peran penting untuk menopang kebutuhan listrik daratan Flores, NTT dan Ngada khususnya. Saat ini, 98% kebutuhan listrik di Kabupaten Ngada berasal dari PLTMG Rangko (20 MW) dan Maumere (40 MW).

Dengan total kebutuhan listrik di Kabupaten Ngada sekitar 5 MW, kapasitas atau sumber listrik di Kabupaten Ngada yakni dari PLTMH Ogi dan PLTMH Waeroa masing-masing sekitar 100 kW dan 200 kW.

Tak ayal pengembangan geotermal atau PLTP Mataloko yang berkapasitas 2×10 MW memainkan posisi penting untuk mendukung kemandirian energi di daratan Flores dan Ngada khususnya. Berikut 5 fakta menarik geotermal Mataloko atau PLTP Mataloko yang dihimpun Bisnis setelah mengunjungi lokasi.

1. Dirintis Sejak 1999

PLTP Mataloko pertama kali dirintis sejak 1999. Proses itu dimulai dengan pengeboran 7 sumur eksplorasi oleh Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral (DJGSM). Konstruksi PLTP Mataloko kemudian dilakukan pada 2006 oleh PLN.

4 tahun kemudian atau pada 2010, PLTP Mataloko beroperasi. Namun, kendala penurunan pressure uap 3,2 bar membuat PLTP ini dihentikan alias mati suri.

PLN kemudian mendapatkan penugasan Pengusahaan Panas Bumi WKP Mataloko lewat KS Menteri ESDM No.5009 K/30/MEM/2016. Setelah kajian studi kelayakan, konsultasi publik dan urusan administrasi lainnya selesai, PLN kemudian mulai mengembangkan lagi PLTP Mataloko.

Bobby Robson Sitorus, Manager Perizinan dan Komunikasi PLN UIP Nusa Tenggara mengatakan perseroan melanjutkan dari yang sebelumnya pada 2022 untuk pra-konstruksi.

“Mulai dari perizinan-perizinan. Perizinan izin lingkungan, kemudian kesesuaian ruang, kemudian ada izin prinsip, kemudian ada kehutanan, dan lain-lain itu sudah tercapai semua di tahun 2021-2022,” ujarnya di Mataloko, Jumat (24/10/2025).

2. Pembebasan Lahan dan Progress PLTP Mataloko

Bobby melanjutkan perseroan juga telah menyelesaikan pengadaan tanah atau pembebasan lahan pada 2022 hingga 2024. Tahun ini, PLN mengerjakan pembangunan infrastruktur mulai dari jalan sepanjang 7 km, menyelesaikan 4 wellpad (A,B,C,D).

“Nah total semua progres sampai saat ini, untuk yang pengadaan tanah sudah clear semua, sudah 100%, untuk perizinan 100%, untuk konstruksi infrastruktur tadi sudah tercapai sekitar 89%. Jadi makanya diperkirakan di akhir tahun kita sudah 100%, selanjutnya persiapan untuk pengeboran,” jelasnya.

3. Target Operasi Komersial 2027

Bobby melanjutkan PLN menargetkan Commercial Operation Date (COD) PLTP Mataloko atau operasi komersial pada 2027. Walau punya waktu terbatas, PLN optimistis dapat mencapai target itu.

Pasalnya, kebutuhan listrik di Flores terus meningkat seiring dengan berkembangnya sejumlah daerah wisata.

Dia merinci proses pengeboran memakan waktu sekitar 6-7 bulan untuk 1 wellpad sehingga butuh waktu 1 tahun untuk menyelesaikan 2 wellpad.

“Ya mepet sekali memang. Sama pembangkit itu biasanya 15-18 bulan. Ya bisa 3 tahun, hampir 2,5 tahun plus minus,” jelasnya. 

Kampung Adat Wogo, Ngada, Flores, NTT

4. Kontribusi Bagi Masyarakat Sekitar

Seiring dengan konstruksi geotermal Mataloko, PLN juga ikut andil dalam pembangunan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Infrastruktur jalan yang dibangun PLN dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar lokasi PLTP Mataloko.

Emerensiana Wawo (60), Ketua Lingkungan di Desa Ulubelu mengatakan salah satu manfaat nyata yang kelihatan ialah akses ke kebun yang terbuka berkat jalan yang dibangun PLN.

”Jalan itu menghubungkan kebun dengan kebun, desa dengan desa yang memudahkan kami dalam pengangkutan hasil kebun,” jelas ibu dua anak itu.

Pembangunan PLTP Mataloko, lanjutnya, juga membuat hasil kebunnya seperti sayur, cabai dan lainnya mempunyai nilai ekonomis karena dibeli oleh para pekerja.

”Tenaga kerja juga ambil dari masyarakat sekitar. Anak muda yang dulu duduk-duduk saja berkat proyek ini dapat kerja dan membantu ekonomi keluarga,” paparnya.

Senada, Ketua Adat Kampung Wogo sekaligus Ketua Pokdarwis Yohanes Baghi mengapresiasi peran PLN untuk mendukung pengembangan Desa Adat Wogo sebagai salah satu destinasi wisata budaya di Kabupaten Ngada.

Setelah menimbah aspirasi masyarakat, PLN melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) telah membantu Pengelolaan Kawasan Desa Wisata Adat Wogo dengan menyediakan ruang informasi dan literasi budaya, fasilitas MCK, 2 lapak usaha dan fasilitas pendukung lainnya.

”Selama program dipikirkan pemerintah itu baik, kami pasti mendukung. Kami sebagai kampung adat berharap PLN juga memperhatikan untuk melestarikan budaya,” jelasnya.

5. Silang Pendapat Geotermal Mataloko

PLTP Mataloko juga dibayangi silang pendapat. Dari pantauan lapangan, warga di Desa Ulubelu dan Desa Wogo, dua desa yang beririsan langsung dengan proyek berbasis energi baru terbarukan (EBT) ini berharap proyek PLTP Mataloko lekas selesai sehingga memberikan dampak nyata.

Emerensiana, Ketua Lingkungan di Desa Ulubelu mengatakan pemerintah tentu ingin memajukan dan menyejahterakan warganya agar terjadi pemerataan pembangunan.

”Semoga ini tetap dijalankan dan lebih cepat lebih baik sehingga bisa mengurangi rumor negatif sekaligus bermanfaat bagi semua orang,” katanya.

Di sisi lain, penolakan proyek geotermal Mataloko muncul dari kekhawatiran dampak negatif terhadap lingkungan dan ketersediaan air. Selain sejumlah LSM, salah satu yang gamblang menyerukan penolakan ialah gereja lokal dengan perhatian utama pada aspek lingkungan.

PLN tidak menampik adanya penolakan itu dan terus berupaya menjalin komunikasi konstruktif. 

”Ada terkait water supply-nya. Kita mau pasang pipa itu masih dilarang, tapi kami lakukan sosialisasi dan juga telah berhitung dengan BWS [Balai Wilayah Sungai]. Kami akan berupaya untuk melakukan pendekatan hingga mendapat persetujuan,” kata Bobby.