Regulasi ini juga menegaskan kolaborasi antara BPOM dan Kementerian Kesehatan:
Kementerian Kesehatan berwenang dalam perizinan operasional fasilitas penelitian dan layanan,
BPOM bertanggung jawab terhadap izin edar produk dan sertifikasi Good Manufacturing Practice (GMP).
Langkah ini sejalan dengan standar internasional seperti WHO, ICH, PIC/S, EMA, US-FDA, TGA, PMDA, dan HSA. Pelanggaran terhadap regulasi ini diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, dengan ancaman denda maksimal Rp5 miliar dan pidana hingga 12 tahun.
“Dengan regulasi yang jelas, kita memastikan bahwa setiap terapi sel punca yang dikembangkan di Indonesia bukan hanya aman dan bermutu, tapi juga berorientasi pada nilai kemanusiaan—untuk menyembuhkan, bukan sekadar memperdagangkan harapan,” ujar Taruna Ikrar.
Taruna menambahkan, pedoman ini juga diharapkan menjadi fondasi penting bagi percepatan riset dan inovasi berbasis sel punca di Indonesia, sejalan dengan visi “Menjulang, Membumi, dan Mengakar” yang diusung BPOM — menjulang dalam standar global, membumi dalam penerapan nasional, dan mengakar dalam nilai kemanusiaan.
“Ilmu dan regulasi harus berjalan seiring. Karena di balik setiap molekul dan sel, ada kehidupan yang harus kita jaga,” tutupnya penuh makna.
Melalui penguatan regulasi terapi sel punca, Indonesia menunjukkan perannya di kancah global sebagai bangsa yang tidak hanya mengikuti arus kemajuan ilmu pengetahuan, tetapi juga menuntunnya dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung jawab moral terhadap kehidupan beber taruna. (*)
