Pembakaran Sampah Plastik Jadi Sumber Utama Mikroplastik di Udara Indonesia

Pembakaran Sampah Plastik Jadi Sumber Utama Mikroplastik di Udara Indonesia

Jakarta (beritajatim.com) – Hasil penelitian terbaru yang dilakukan Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) bersama Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) mengungkap fakta mengejutkan: aktivitas pembakaran sampah plastik menjadi penyumbang terbesar pencemaran mikroplastik di udara di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan pada Mei hingga Juli 2025 di 18 kota ini menunjukkan 55 persen sumber mikroplastik udara berasal dari kegiatan pembakaran sampah plastik terbuka.

Peneliti mikroplastik Ecoton, Rafika Aprilianti, menjelaskan bahwa temuan tersebut menegaskan kontribusi besar perilaku masyarakat dalam memperparah pencemaran udara akibat mikroplastik. “55 persen sumber mikroplastik di Udara berasal dari kegiatan Pembakaran sampah plastik, sedangkan sektor transportasi menyumbang 33 persen disusul kegiatan laundry dan tumpukan sampah kemasan yang tak terkelola,” ungkap Rafika.

Kepala Laboratorium Mikroplastik Ecoton ini menambahkan bahwa sumber aktivitas manusia menghasilkan jenis polimer plastik yang berbeda-beda, tergantung dari bahan dan penggunaan produk plastiknya.

Penelitian Ecoton–SIEJ dilakukan melalui tiga tahapan, yakni pengambilan sampel udara menggunakan cawan petri di tiga lokasi tiap kota, inventarisasi fisik mikroplastik dengan mikroskop Olympus CX pembesaran 400x, serta identifikasi jenis polimer menggunakan FTIR.

Dari hasil uji laboratorium, diketahui bahwa partikel mikroplastik di udara didominasi oleh jenis polyolefin, PTFE, dan polyester, yang lazim ditemukan pada produk plastik sekali pakai, kabel listrik, serta peralatan rumah tangga.

Sebaran kota dengan tingkat mikroplastik tinggi akibat pembakaran sampah antara lain Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bandung, Semarang, Kupang, Denpasar, Surabaya, Pontianak, Sidoarjo, dan Gianyar. Di kota-kota tersebut, praktik pembakaran sampah terbuka masih marak terjadi di permukiman padat, kawasan industri, hingga lingkungan wisata.

Hasil analisis menunjukkan bahwa proses pembakaran menghasilkan partikel mikroplastik berukuran mikron yang terdispersi di udara melalui jelaga dan abu ringan, berpotensi terhirup oleh manusia dan mencemari lingkungan sekitarnya.

Selain pembakaran sampah, sumber lain yang turut menyumbang mikroplastik udara adalah aktivitas transportasi (33 persen), laundry dan tekstil domestik (27,7 persen), rumah tangga dan kemasan plastik (22 persen), industri dan konstruksi (16,6 persen), serta aktivitas pariwisata, perikanan, dan pertanian di bawah 10 persen. Namun, dominasi pembakaran sampah menunjukkan lemahnya sistem pengelolaan sampah di banyak daerah yang masih mengandalkan cara instan untuk mengurangi timbunan.

Direktur Ecoton, Daru Setyorini, menegaskan perlunya penegakan hukum terhadap praktik pembakaran sampah plastik terbuka yang telah dilarang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

“Saat ini banyak ditemukan kegiatan pembakaran sampah dengan menggunakan tungku bakar alias pembakaran sampah secara terbuka. Kegiatan ini menjadi sumber utama dari pencemaran mikroplastik di udara. UU 18/2008 telah melarang kegiatan membakar sampah, namun dengan membludaknya timbunan sampah membuat orang menggunakan cara instan berupa membakar sampah. Aktivitas ini harus dihentikan jika ingin mengurangi pencemaran mikroplastik,” ungkap Daru. Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu menegakkan aturan dan fokus mengurangi timbunan sampah sejak dari sumbernya.

Temuan Ecoton–SIEJ ini membuka urgensi bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk menghentikan praktik pembakaran sampah plastik serta memperkuat sistem pengelolaan sampah berbasis pemilahan dan daur ulang. Tanpa perubahan perilaku dan kebijakan yang tegas, ancaman mikroplastik di udara akan semakin meluas dan membahayakan kesehatan masyarakat di perkotaan Indonesia. [beq]