Produksi Kakao RI Anjlok Cuma 200.000 Ton per Tahun, Ini Biang Keroknya

Produksi Kakao RI Anjlok Cuma 200.000 Ton per Tahun, Ini Biang Keroknya

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan) mengungkap produksi kakao dalam negeri terus mengalami penurunan di tengah harga biji kakao dunia yang melambung.

Deputi Bidang Koordinasi Usaha dan Pertanian Kemenko Bidang Pangan Widiastuti mengatakan, berdasarkan data Organisasi Kakao Internasional (International Cocoa Organization/ICCO) tahun 2025, produksi kakao Indonesia kini hanya mencapai 200.000 ton per tahun. Produksinya jauh menurun dibandingkan pada 2005–2006 yang pernah mencapai sekitar 590.000 ton.

Widiastuti menjelaskan penurunan produksi kakao dalam negeri disebabkan perubahan iklim hingga pohon kakao yang sudah tua alias harus dilakukan replanting.

“[Penurunan produksi kakao] iklim jelas. Kemudian pohon itu sudah tua, makanya dibutuhkan beberapa solusi untuk menyelesaikan hal tersebut, dari pengembangan teknologi kemudian sisi maintenance dan lainnya,” kata Widiastuti saat ditemui di sela-sela acara Peringatan Hari Kakao Indonesia 2025 bertajuk Penguatan Sektor Hulu Untuk Memperkokoh Hilirisasi Kakao Indonesia di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (23/10/2025). 

Selain itu, Widiastuti menambahkan, tantangan pertanian kakao di Tanah Air meliputi serangan hama dan penyakit, usia tanaman yang tua, keterbatasan irigasi/air, ketersediaan pupuk, dan terbatasnya bibir unggul.

Padahal, dia mengungkap harga biji kakao sejak 2023 meningkat dari sekitar US$2.500 per ton hingga mencapai US$11.000 per ton. Kini, harganya berada di kisaran US$7.000–8.000 per ton. Ke depan, harga biji kakao diharapkan meningkat hingga US$11.000 per ton.

Sayangnya, peningkatan harga kakao ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi di Indonesia. Adapun, peningkatan harga biji kakao dipicu dengan anjloknya produksi kakao dari benua Afrika.

Lebih lanjut, produktivitas rata-rata kakao di Indonesia baru mencapai 230 kilogram per hektare. Namun, apabila menerapkan Good Agricultural Practices (GAP), maka produktivitas dapat meningkat menjadi 500 kilogram per hektare dan produksi nasional mencapai 438.000 ton.

Kemenko Pangan menyebut, apabila GAP berkelanjutan dan diterapkan dalam satu tahun produktivitas dapat naik menjadi 800 kilogram per hektare dan produksi nasional dapat mencapai 700.000 ton. Peningkatan ini membuat posisi Indonesia menjadi produsen kakao terbesar kedua di dunia.

Adapun, luas lahan kakao Indonesla saat ini sekitar 1,4 juta hektare dengan tanaman tidak menghasilkan atau tanaman rusak sekitar 290.383 hektare. Namun, jika 1 hektare dibutuhkan 1.000 bibit kakao, maka diperlukan 290 juta bibit kakao.